EKSPOSKALTIM, Jakarta – KPK mengungkap alasan di balik rentetan operasi tangkap tangan (OTT) yang digelar hampir bersamaan di sejumlah daerah, termasuk Kalimantan Selatan dan Banten. Salah satu faktornya, transaksi yang dilakukan para pihak terjadi secara beruntun dalam waktu berdekatan.
“Artinya, transaksi yang dilakukan oleh para pihak itu kemudian terjadi dalam waktu yang beruntun ya,” ujar Juru Bicara KPK Budi Prasetyo di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (19/12), dikutip dari Antara.
Budi menegaskan KPK tidak memiliki inisiatif khusus untuk melakukan OTT hingga tiga kali dalam sehari. Penangkapan dilakukan semata karena peristiwa tertangkap tangan terjadi hampir bersamaan.
“Tentu ini tidak ada alasan atau inisiatif khusus dari KPK, tetapi memang peristiwa tertangkap tangan ini terjadi hampir berbarengan di waktu yang hampir sama,” jelasnya.
Pada 18 Desember 2025, KPK mencatat tiga OTT sekaligus, yang merupakan operasi kesembilan, kesepuluh, dan kesebelas sepanjang tahun 2025. OTT kesembilan digelar di Banten pada 17–18 Desember 2025 dengan mengamankan seorang jaksa, dua pengacara, serta enam pihak swasta. Dalam operasi ini, KPK menyita uang tunai Rp900 juta.
OTT kesepuluh dilakukan di Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, pada 18 Desember 2025. Sebanyak 10 orang diamankan, termasuk Bupati Bekasi Ade Kuswara Kunang.
Sementara OTT kesebelas berlangsung di Kabupaten Hulu Sungai Utara (HSU), Kalimantan Selatan, pada tanggal yang sama. KPK menangkap enam orang, termasuk Kepala Kejaksaan Negeri HSU Albertinus Parlinggoman Napitupulu dan Kepala Seksi Intelijen Kejari HSU Asis Budianto.
Dalam OTT di HSU, KPK juga menyita barang bukti uang tunai ratusan juta rupiah. Seluruh pihak yang diamankan telah dibawa ke Gedung Merah Putih KPK untuk menjalani pemeriksaan intensif. Sesuai ketentuan KUHAP, KPK memiliki waktu 1x24 jam untuk menentukan status hukum mereka.
Ada yang Kabur..
Dalam OTT di HSU, KPK juga mengungkap adanya pihak yang diduga melarikan diri saat operasi berlangsung. KPK pun memberikan ultimatum agar pihak tersebut segera menyerahkan diri.
“Dalam kegiatan di lapangan, ada pihak-pihak yang tidak kooperatif dan diduga melarikan diri,” ujar Budi Prasetyo.
“KPK mengimbau kepada para pihak tersebut untuk kooperatif, dan bisa menyerahkan diri. Untuk apa? Supaya proses penyidikan ini juga bisa efektif,” lanjutnya.
Menurut Budi, penyidikan kasus OTT di HSU akan sangat terbantu jika pihak yang diduga melarikan diri bersikap kooperatif dan memberikan keterangan yang dibutuhkan penyidik. Hingga kini, belum ada konfirmasi apakah pihak tersebut merupakan jaksa yang juga menjabat kepala seksi di Kejari HSU.
KPK menegaskan terus berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung dalam penanganan perkara ini. Budi menyebut, kedua lembaga memiliki komitmen yang sama dalam pemberantasan korupsi.
“Tentu punya visi dan misi yang sama, serta komitmen yang sama kuat dalam upaya-upaya pemberantasan korupsi, termasuk dengan kegiatan tertangkap tangan di wilayah Kalimantan Selatan,” katanya.
Kasus HSU menambah daftar panjang OTT KPK sepanjang 2025. Sejumlah operasi sebelumnya menjerat anggota DPRD, pejabat PUPR Kabupaten Ogan Komering Ulu, dugaan suap proyek jalan di Sumatera Utara, korupsi proyek RSUD Kolaka Timur, hingga pemerasan pengurusan sertifikasi K3 di Kementerian Ketenagakerjaan.
OTT di HSU juga menjadi sorotan karena melibatkan pimpinan dan pejabat intelijen kejaksaan. Wilayah ini sebelumnya pernah menjadi lokasi OTT KPK yang menjerat Bupati HSU periode sebelumnya, Abdul Wahid.



.jpeg)
