PORTAL BERITA ONLINE NEWS AND ENTERTAINTMENT ONLINE BERANI BEDA..!! MENGEKSPOS KALIMANTAN & TIMUR INDONESIA

Kata Polisi soal Ricuh di Polres Paser dan Penangkapan Pengacara Muara Kate

Home Berita Kata Polisi Soal Ricuh Di ...

Polres Paser membantah telah menangkap Fathur Rahman, pendamping hukum Misrantoni, meski warga menyebut penahanan itu terjadi setelah kuasa hukum keluar dari gedung Polres, Selasa malam.


Kata Polisi soal Ricuh di Polres Paser dan Penangkapan Pengacara Muara Kate
Upaya keluarga dan rekan yang datang dari Batu Kajang hingga Muara Kate untuk menjemput Misrantoni gagal setelah polisi kembali menangkapnya 30 menit berselang. Foto: Istimewa

EKSPOSKALTIM, Balikpapan— Kepolisian membantah telah menahan Fathur Rahman, pendamping hukum Misrantoni dalam kasus Tragedi Muara Kate dalam kisruh penjemputan di Markas Polres Paser, Selasa malam (19/11).  

“Tidak ada,” ujar Kepala Humas Polres Paser, Iptu Iwan, Rabu pagi (19/11). Ia juga menepis tudingan bahwa Kapolres Paser, AKBP Novy Adhiwibowo, menahan Misrantoni melewati batas penahanan atau menyalahi prosedur hukum.

Terpisah, Polda Kaltim menyatakan tidak memiliki informasi terkait penangkapan Fathur. “Yang saya tahu, hari ini ada tahap ke-2, penyerahan tersangka dan barang bukti ke kejaksaan,” kata Kepala Bidang Humas Polda Kaltim, Kombes Pol Yulianto.

Namun, Pradarma Rupang dari Koalisi Advokasi Muara Kate menegaskan Fathur Rahman sempat ditangkap. Menurutnya, Fathur ditangkap tanpa prosedur saat mendampingi tahanan yang seharusnya bebas saat perjalanan pulang. "Benar adanya penangkapan itu, lihat saja videonya, tapi sekarang sudah dilepaskan," jelasnya. "Kami sudah melaporkan dugaan pelanggaran etik kepolisian ini."

Bebas 30 Menit

Tadi malam, puluhan warga dari Muara Kate hingga Batu Kajang memadati Mapolres Paser untuk menjemput Misrantoni (60) alias Imis, yang masa penahanannya telah habis pukul 17.30 WITA setelah menjalani 119 hari tanpa pelimpahan perkara ke kejaksaan.

Saat keluar dari ruang tahanan, suasana sempat haru, namun berubah tegang ketika rombongan warga dicegat sekitar 10 kilometer dari Mapolres, dekat Polsek Tanah Grogot, oleh Kapolres yang tidak mengenakan seragam. "Ada 10 mobil," kata Rupang.

Misrantoni akhirnya gagal dibawa pulang, meski Surat Perintah Pengeluaran Tahanan Nomor SP.Han/95.h/XI/RES.1.6/2025/Reskrim sudah diterbitkan.

Koalisi Advokasi Warga Muara Kate, yang terdiri dari LBH Samarinda, AMAN, PERADI, dan JATAM Kaltim, menilai tindakan ini pelanggaran HAM. Alasan koordinasi dengan kejaksaan tidak bisa dijadikan dasar menahan seseorang melebihi batas hukum.

Ketegangan memuncak ketika Fathur Rahman disebut ditangkap aparat sekitar pukul 21.55 WITA, memicu warga kembali berkumpul di Mapolres untuk mengawal keselamatan Fathur dan Misrantoni.

Tragedi Muara Kate yang terjadi 15 November 2024 masih meninggalkan kontroversi. Posko perlawanan warga diserang orang tak dikenal, menewaskan Russell dan melukai Anson.

Misrantoni ditetapkan tersangka, namun warga menolak. Kuasa hukum keluarga korban, Andri, menyebut proses penyidikan sarat masalah lambat hampir setahun, tidak transparan, motif tidak jelas, dan berpotensi salah tangkap.

Sejak awal, warga melihat lebih dari satu pelaku, dan sejumlah petunjuk, termasuk belum diperiksanya Agustinus Luki alias Panglima Pajaji, penanggung jawab hauling PT MCM, tidak ditindaklanjuti. Upaya media meminta klarifikasi kepada Luki maupun manajemen MCM tidak membuahkan hasil.

Persoalan ini berakar dari kegiatan hauling batubara PT MCM sejak 2023. Perusahaan menggunakan jalan umum sepanjang 126 kilometer dari Tabalong menuju jetty di Rangan, Paser. Dari catatan JATAM Kaltim, sedikitnya tujuh orang tewas atau kritis akibat kecelakaan truk batu bara.

Ketidakadilan penanganan kasus-kasus ini mendorong warga mendirikan posko perlawanan. Tak lama setelah posko berdiri, terjadi penyerangan yang menewaskan Russell, memicu rangkaian penyelidikan dan proses hukum yang terus dipersoalkan warga.

Misrantoni ditahan sejak 17 Juli 2025. Masa penahanan itu diwarnai empat kali perpanjangan, delapan hari isolasi di RSJ tanpa pemberitahuan keluarga, pembantaran delapan hari, dan pembatasan akses bagi keluarga maupun pendamping hukum. Tim Advokasi menilai seluruh rangkaian ini sebagai bentuk intimidasi dan pelanggaran hak dasar. Polda Kaltim berkali-kali membantah adanya kriminalisasi. “Semua prosedural dan ada bukti yang cukup,” ujar Kombes Pol Yulianto.

Pada 18 November 2025, ketegangan meningkat. Tim pendamping hukum bertemu Misrantoni untuk membicarakan pengeluaran tahanan. Beberapa jam kemudian, Ipda Michael Kanit Jatanras disebut tiba membawa Berita Acara Pemindahan dan Surat Pengeluaran Tahanan.

Misrantoni dibawa ke Polres Paser, sementara warga mulai berdatangan untuk menjemputnya. Meski surat perintah pengeluaran sudah dipegang, Polres bersikeras menahan Misrantoni dengan alasan berkas sudah tahap dua, tanpa surat penahanan dari jaksa.

Malam harinya, pendamping hukum menyatakan keberatan, dan surat perintah pengeluaran akhirnya dipegang Fathur Rahman. Misrantoni bersama Fathur sempat meninggalkan gedung Reskrim, namun rombongan warga yang membawa keduanya dicegat aparat sekitar 10 kilometer dari Mapolres, dekat Polsek Tanah Grogot.

Beberapa kunci mobil warga diambil, Fathur dipiting lehernya, dan Misrantoni kembali dibawa aparat. Komunikasi Fathur sempat terputus hingga dini hari, baru bisa menghubungi keluarga menggunakan ponsel salah satu aparat.


Editor : Maulana

Apa Reaksi Anda ?

0%0%0%0%0%0%0%0%
Sebelumnya :
Berikutnya :

Komentar Facebook

komentar