EKSPOSKALTIM, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan pemberian rehabilitasi oleh Presiden Prabowo Subianto kepada tiga terdakwa kasus dugaan korupsi akuisisi PT Jembatan Nusantara oleh PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) tahun 2019–2022, termasuk Ira Puspadewi, bukan preseden buruk.
“Bagi kami, itu bukan merupakan preseden buruk,” ujar Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, dikutip dari Antara, Rabu (26/11).
Ketika dikonfirmasi ulang, Asep menjelaskan KPK memandang pemberian rehabilitasi tersebut sebagai proses yang berada di luar ranah lembaga antirasuah. Menurutnya, kewenangan KPK berakhir ketika majelis hakim sudah menjatuhkan vonis kepada para terdakwa.
“Artinya, tidak lagi dalam ranah penyelidikan, penyidikan, maupun penuntutan. Nah, seperti itu,” ujarnya.
Ia menambahkan seluruh proses penanganan perkara oleh KPK telah berjalan sesuai undang-undang. “Dari sisi materielnya, pemenuhan unsur-unsur pasalnya, pengumpulan bukti-buktinya, kemudian keterangan dan lain-lain, nah itu sudah juga dibuktikan di persidangan. Persidangan dilakukan terbuka untuk umum, dan saya kira tidak ada tekanan dari mana pun, baik dari sisi terdakwa maupun dari sisi jaksa penuntut umum,” katanya.
Sebelumnya, KPK menetapkan empat tersangka dalam kasus akuisisi PT Jembatan Nusantara oleh ASDP. Mereka adalah Direktur Utama ASDP periode 2017–2024 Ira Puspadewi, Direktur Komersial dan Pelayanan periode 2019–2024 Muhammad Yusuf Hadi, Direktur Perencanaan dan Pengembangan periode 2020–2024 Harry Muhammad Adhi Caksono, serta pemilik PT JN, Adjie. Berkas tiga tersangka dari ASDP telah dilimpahkan ke jaksa penuntut umum.
Pada 6 November 2025, Ira dalam persidangan menyatakan tidak terima disebut merugikan negara. Ia meyakini akuisisi itu menguntungkan karena ASDP mendapatkan 53 kapal dengan izin operasi. Namun pada 20 November 2025, majelis hakim memvonis Ira 4 tahun 6 bulan penjara, sementara Yusuf dan Harry dijatuhi 4 tahun penjara. Mereka dinyatakan merugikan keuangan negara Rp1,25 triliun. Hakim Ketua Sunoto sempat menyampaikan dissenting opinion dengan menilai perbuatan ketiganya bukan tindak pidana korupsi.
Pada 25 November 2025, Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad, Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi, dan Sekretaris Kabinet Teddy Indra Wijaya mengumumkan Presiden Prabowo telah menandatangani surat rehabilitasi untuk Ira, Yusuf, dan Harry.
Dasco menyebut keputusan itu diambil setelah pemerintah mencermati dinamika kasus yang sejak 2024 memicu banyak aspirasi dan pengaduan ke DPR. Komisi III kemudian diminta melakukan kajian atas proses hukum yang berjalan, yang kemudian disampaikan kepada pemerintah sebagai bahan pertimbangan.
Kasus ini bermula dari keputusan bisnis direksi ASDP pada 2019–2022 terkait kerja sama usaha dan akuisisi PT Jembatan Nusantara. KPK menilai proses itu tidak menerapkan prinsip kehati-hatian dan mengakibatkan kerugian negara, meski dalam persidangan terungkap Ira tidak menerima keuntungan pribadi. Hakim tetap memutus mereka bersalah karena kelalaian berat dalam mengambil keputusan korporasi.
Setelah Presiden mengeluarkan rehabilitasi, KPK menjelaskan alur pembebasan para terdakwa. Asep mengatakan KPK harus menerima surat keputusan rehabilitasi dari pemerintah melalui Kementerian Hukum. “Setelah itu, kami segera melakukan proses terhadap surat tersebut,” ujarnya. Ia menyebut pimpinan KPK akan mengeluarkan surat keputusan pembebasan setelah seluruh prosedur selesai.
“Jadi, ada proses. Kita tunggu saja petugas dari Kementerian Hukum mengantarkan surat keputusan tersebut,” katanya.


