PORTAL BERITA ONLINE NEWS AND ENTERTAINTMENT ONLINE BERANI BEDA..!! MENGEKSPOS KALIMANTAN & TIMUR INDONESIA

Setahun Tragedi Muara Kate, Anak Korban: Jangan Salah Tangkap dan Segera Periksa Pajaji

Home Berita Setahun Tragedi Muara Kat ...
Empat bulan berlalu, motif Tragedi Muara Kate masih gelap. Hukum berjalan lambat, keadilan dinilai kian kabur. 

Setahun Tragedi Muara Kate, Anak Korban: Jangan Salah Tangkap dan Segera Periksa Pajaji
Misrantoni, warga penolak hauling ilegal yang mencaplok jalan negara di perbatasan Kalsel-Kaltim saat dijenguk oleh sanak keluarganya. Misrantoni ditangkap atas pembunuhan Russell, warga sesama penolak hauling. Foto: Istimewa

Balikpapan, EKSPOSKALTIM — Pada 15 November nanti, genap setahun sejak tragedi penyerangan misterius di posko warga penolak hauling batu bara ilegal di jalan negara, Dusun Muara Kate, Kabupaten Paser. Namun, kasus yang menewaskan tetua adat setempat, Russell (60), dan membuat rekannya, Anson (55), kritis itu belum juga terang.

Sejatinya, polisi memang telah menetapkan satu tersangka Misrantoni (60), sepupu korban yang juga dikenal sebagai warga yang berjuang menolak hauling batu bara ilegal.

Tapi penetapan itu justru menimbulkan keraguan baru. Anak korban, Miah, melalui kuasa hukumnya, Andri Ariyanto, mempertanyakan keseriusan kepolisian mengusut perkara ini.

“Sudah hampir satu tahun kita menantikan langkah hukum. Jika tersangka merasa tidak bersalah, seharusnya ada upaya peradilan,” ujar Andri dalam siaran langsung media sosialnya.

Ia lantas menduga kuasa hukum tersangka yang mendampingi sejak awal mungkin bukan pilihan keluarga, melainkan ditunjuk oleh aparat. Menurutnya, hal ini membuat pembelaan tidak maksimal. “Biasanya kalau begitu, pembelaan hanya mengikuti keinginan penyidik agar kasus tetap berjalan,” kata advokat dari Pengacara Kalimantan Law Firm ini.

Andri menilai empat bulan sejak penetapan tersangka adalah waktu panjang tanpa kejelasan. Tidak ada praperadilan, tidak ada sidang, dan tidak ada transparansi. “Apakah sidang akan dilakukan diam-diam? Kita menanti sidang yang terbuka untuk umum,” ucapnya.

Ia juga menyinggung bahwa menurut informasi kuasa hukum tersangka, kepolisian memperpanjang masa tahanan Misrantoni lewat kejaksaan. “Kalau memang tidak bersalah, kenapa tidak diuji keabsahan penetapan tersangka itu?” tegas Andri.

Ia berulang kali menekankan, satu-satunya cara untuk menguji kinerja aparat adalah lewat pengadilan. Penangkapan, penyitaan, dan penetapan tersangka harus diuji agar tidak salah tangkap. “Kalau tidak ada upaya hukum, berarti mengakui langkah kepolisian sudah benar,” ujarnya.

Menurutnya, masa penahanan empat bulan tanpa langkah hukum adalah kelalaian. Ia khawatir keluarga tersangka sudah pasrah, padahal seharusnya praperadilan bisa membuka jalan keadilan.

Andri menyebut banyak kejanggalan dalam penanganan perkara ini, termasuk absennya motif hingga sekarang. “Hukum harus ditegakkan dengan upaya nyata. Apa yang dilakukan selama empat bulan terakhir? Masyarakat tidak tahu,” ujarnya.

Warga menyalakan lilin di lokasi tewasnya pendeta Pronika di Tanjakan Marangkit, 2024 silam. Pronika tewas dilindas truk batu bara yang mencaplok jalan negara saat akan pergi melakukan pelayanan jemaat di Muara Komam. Foto: Ist

Sebagai pengacara keluarga korban, ia berharap kasus ini disidangkan secara terbuka agar publik bisa menilai sendiri. “Apakah betul tersangkanya ini? Apakah betul dia pelakunya? Apakah betul dia mengeksekusinya sendiri?” katanya.

Menurut Andri, tidak masuk akal bila dua korban diserang hanya oleh satu orang. “Padahal sejak awal warga menyebut pelakunya lebih dari satu,” ucapnya.

Penelusuran media ini sebelumnya menemukan, mendiang Russell sempat melihat pelaku yang menyerangnya berjumlah lebih dari satu. Peristiwa maut terjadi saat 11 warga berjaga di posko penolakan hauling, 15 November 2024. Mereka tertidur kelelahan. Russell tewas dibacok, Anson luka parah. Semua luka serangan senjata tajam itu bersarang di leher mereka.

Pelaku tak dikenali. Petunjuk satu-satunya datang dari ucapan terakhir Russell di ambulans bahwa pelaku berjumlah lima orang, dua turun membawa sajam dan mengenakan masker, tiga lainnya menunggu di dalam mobil minibus.

Selama Mei 2025, polisi memeriksa sedikitnya 15 saksi, termasuk warga dan tokoh ormas yang disebut terlibat dalam pengamanan jalur hauling di Paser. Dua nama mencuat, satu orang  dari Pemuda Pancasila dan Agustinus Luki alias Panglima Pajaji. Hanya Pajaji yang belum diperiksa. 

Ia menganalogikan kasus ini seperti penyelidikan dalam kisah detektif: harus mencari saksi, bukti, dan petunjuk dengan sungguh-sungguh. “Pertanyaannya, apakah polisi kita juga bekerja sekeras itu? Jangan-jangan salah tangkap,” katanya.

Andri juga menyoroti soal Agustinus Luki alias Pajaji, penanggung jawab hauling PT MCM yang disebut-sebut dalam tragedi ini. Ia menyayangkan pihak kepolisian yang tak kunjung memeriksa Pajaji, meski ada surat perintah pemeriksaan dari Kompolnas.

“Rekom Kompolnas itu surat resmi. Polisi berdalih tidak ada usulan nama Pajaji dalam BAP saksi. Tapi siapa yang seharusnya mengusulkan? Bukankah tugas polisi meneliti dan menelusuri setiap petunjuk?” ujar Andri.

Andri mengaku menerima informasi bahwa Pajaji sudah tiga kali dipanggil, namun belum pernah diperiksa. “Apakah ada skenario di balik itu?” ucapnya.

Ia menegaskan, sekecil apa pun petunjuk, mestinya kepolisian menindaklanjuti. Terlebih, Pajaji adalah penanggung jawab aktivitas hauling PT MCM, perusahaan tambang besar asal Kalimantan Selatan. Seperti diwartakan media ini sebelumnya, Pajaji terendus berada di sekitar perbatasan Kalsel-Kaltim sebelum penyerangan terjadi. Setelah penyerangan itu, aksinya membawa dua saksi kunci ke Balikpapan disoal warga. 

Media ini telah berupaya mengonfirmasi PT MCM dan Pajaji. Tim redaksi mendatangi kantor perusahaan raksasa tambang asal Kalimantan Selatan itu di Jakarta,, menghubungi direksi, serta mengirim pesan singkat dan panggilan telepon. Namun tak ada respons. Begitupun dengan Pajaji, hingga berita ini diturunkan tak menanggapi upaya konfirmasi media ini.

Presiden Prabowo Subianto sudah membentuk tim reformasi Polri. Andri berharap momentum itu dipakai untuk memperbaiki sistem penegakan hukum di tubuh kepolisian. “Kasus Muara Kate jadi contoh betapa lemahnya profesionalitas aparat. Ini seharusnya jadi titik balik reformasi Polri,” tegasnya.

Menurutnya, bila benar ada aktor besar di balik penyerangan itu, maka kasus ini harus dikategorikan sebagai pembunuhan berencana sesuai Pasal 340 KUHP, dengan ancaman hukuman mati.

Bantahan Koalisi 


Warga membopong Anson, 55 tahun, salah satu korban penyerangan misterius ke posko warga penolak hauling, 15 November 2024. Foto: Ist

Terpisah, Tim Advokasi Masyarakat Muara Kate, menegaskan akan mengajukan keberatan hukum jika Misrantoni belum dibebaskan hingga hari ini. Mereka juga menyoroti pelanggaran hak keluarga karena istri Misrantoni ditolak menjenguk meski telah menempuh perjalanan sepuluh jam dari Muara Kate.

“Penahanan ini bukan cuma menahan orang, tapi menahan suara rakyat yang menolak perusakan lingkungan,” ujar tim advokasi Misrantoni, yang terdiri dari Jatam, LBH Samarinda, AMAN, hingga Peradi Balikpapan.

Koalisi juga membantah tudingan bahwa kuasa hukum Misrantoni ditunjuk oleh pihak kepolisian. “Koalisi ini berisi aktivis Kaltim. Soal tidak menempuh praperadilan hanyalah persoalan momentum. Prioritas kami saat ini adalah memperjuangkan proses penahanan yang bermasalah,” ujar Pradarma Rupang dari Tim Advokasi Masyarakat Muara Kate, Rabu (12/11) sore.

Sudah sejak 2023, warga Batu Kajang, hingga Muara Kate menolak aktivitas hauling batu bara yang mencaplok jalan negara dan mengancam keselamatan mereka. Tragedi Muara Kate pada 15 November 2024 menewaskan dua warga yang berjaga di posko penolak hauling. Sebelumnya, dua tokoh agama, Ustaz Teddy (Mei 2024) dan Pendeta Veronika (Oktober 2024), juga tewas akibat aktivitas truk batu bara di jalur yang sama.

Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka bahkan sempat meminta PT MCM menghentikan hauling di jalan nasional dan beralih ke jalur milik Jhonlin Group. “Bapak-ibu jangan takut terhadap intimidasi apa pun. Saya bersama bapak-ibu,” ucap Gibran kala itu.

Dikonfirmasi, Kepala Bidang Humas Polda Kaltim, Kombes Pol Yulianto membantah adanya kriminalisasi. "Enggaklah, semua sudah melalui proses yang prosedural dan bukti yang cukup, semua tindakan Polri ada alasan yang dibenarkan secara hukum," jelas Yulianto dihubungi 28 Oktober 2025.


Editor : Maulana

Apa Reaksi Anda ?

0%0%0%0%0%100%0%0%
Sebelumnya :
Berikutnya :

Komentar Facebook

komentar