google-site-verification: google21951ce8c6799507.html
PORTAL BERITA ONLINE NEWS AND ENTERTAINTMENT ONLINE BERANI BEDA..!! MENGEKSPOS KALIMANTAN & TIMUR INDONESIA

Skandal Dagang Suara KPU sampai ke KPK...

Home Berita Skandal Dagang Suara Kpu ...

Skandal Dagang Suara KPU sampai ke KPK...
Rozy Maulana selaku Ketua KPU Banjarbaru divonis bersalah atas perkara penipuan.

EKSPOSKALTIM, JAKARTA - Skandal dagang suara Ketua KPU Banjarbaru Rozy Maulana akhirnya sampai ke KPK.

Divonis enam bulan penjara, polisi dan jaksa dianggap mengabaikan unsur korupsi dan gratifikasi yang diperbuat Rozy Maulana selaku Ketua KPU Banjarbaru.

Bagaimana KPK meresponsnya?

Pegiat hukum, Herdiansyah Hamzah melihat perkara Rozy bukan hanya sebatas penipuan. Maka, sudah saatnya KPK turun tangan menelisik dugaan korupsi dan gratifikasi.

"Yang ditangani saat ini adalah perkara penipuan, kalau ada unsur korupsinya, KPK sebaiknya masuk. Kan beda kasus," jelas Castro, sapaan karib Herdiansyah, Minggu (8/9), dikutip Ekspos Kaltim dari apakabar.co.id.

Castro melihat perkara Rozy bukan sebatas penipuan. Sebab, Rozy melakukannya saat menjabat sebagai ketua KPU Banjarbaru.

“Karena penyelenggara negara, seharusnya dijerat dengan delik suap dan gratifikasi sesuai UU Tipikor,” ujar peneliti pusat studi antikorupsi Universitas Mulawarman ini.

Keterlibatan pihak lain, sambung Castro, tentu juga harus diusut untuk membuat terang benderang perkara ini.

Lalu bagaimana respons KPK? Berikut petikan wawancara dengan Jubir KPK Tessa Mahardika via pesan Whatsapp, Minggu siang (8/9).

Media: Baik polisi dan kejaksaan hanya menjerat Rozy dengan pasal penipuan dan penggelapan. Padahal, para ahli berpendapat sudah jelas kasus ini adalah suap-menyuap. Dengan modus dagang suara. Pemberi suap juga tidak diproses hukum sama sekali.

KPK: Perkara yang ini siapa yang menangani?

Media: Polres Tanah Bumbu lalu ke Kejari Tanah Bumbu. Yang sidangnya oleh Pengadilan Batulicin

KPK: Kalau begitu, bisa ditanyakan ke Humas Polda dimaksud atau Mabes Polri.

Atau ditanyakan kepada ahli hukum sekalian.

Tidak etis kalau KPK mengomentari putusan atas pengusutan yang dilakukan APH [aparat penegak hukum] lain.

Media: Lalu bagaimana dengan perkara dugaan korupsi dan gratifikasinya mengingat yang diusut oleh APH lain itu hanya penipuannya saja?

KPK: Kembali. Silakan ditanyakan langsung ke Humas Mabes Polri atau Poldanya.

Atau ke Komisi Yudisial untuk menanyakan terkait putusan hakimnya.

Bila perkara dimaksud ditangani oleh KPK, maka akan saya berikan tanggapan.

Dimintai tanggapannya, Pegiat kepemiluan, Hairansyah melihat kurang tepat sikap KPK. Pendekatannya bukan soal etis atau tidak.

"Tapi pada substansi kasus di mana KPK memiliki kewenangan atau tidak dalam menanganinya," jelas Ancah, sapaan karibnya, Minggu siang.

Bagi mantan anggota KPU Kalsel tiga periode ini, sikap proaktif KPK diperlukan publik. Sebab, sekali lagi, Rozy menjual data pemilih dalam kapasitasnya sebagai ketua KPU Banjarbaru.

"KPK perlu proaktif sehingga bisa menguak dugaan pidana korupsi yang oleh APH lain tidak dilakukan," jelas komisioner Komnas HAM periode 2017-2022 ini.

Menurutnya, peristiwa ini menyangkut adanya penyalahgunaan kewenangan dan kekuasaan oleh penyelanggara pemilu. "Yang seharusnya melindungi hak pilih warga negara sebagai hak konstitusional yang bersifat fundamental."

Selembar kuitansi pembayaran tertanggal 7 Februari 2024 senilai Rp3,6 miliar jadi bukti perkara Rozy. Kuitansi inilah yang digunakan penyidik menjerat Rozy. Rozy diduga menipu Gusti Denny Ramdhani. Duit Rp3,6 miliar diberikan ke Rozy agar dapat menaikkan capaian suara caleg tertentu.

Rinciannya, Rp150.000 dikali 24 ribu warga. Data calon pemilih inilah yang biasanya dijadikan acuan melakukan ‘serangan fajar’ atau politik uang sebelum hari-H pemilu. Data yang dilengkapi fotokopi KTP itu mencakup alamat dan informasi pribadi pemilih.

Setelah mengantongi data by name by address itu, ketika meminta fotokopi KTP, pemilih diduga sudah dijanjikan mendukung calon tertentu. Dengan pemberian uang Rp150 ribu tadi. Media ini belum mengetahui siapa caleg dimaksud.

Yang pasti, belakangan Rozy diduga tak dapat menepati janjinya. Uang yang diberikan tersisa Rp65 juta. Namun suara yang diinginkan tak tercapai. Setelah dipolisikan, Rozy pun ditahan sejak 22 Juli 2024.

Jaksa menuntut Rozy sembilan bulan penjara. Majelis hakim kemudian memvonis Rozy enam bulan penjara, Rabu 4 September 2024. Dalam sidang kelima yang beragendakan pembacaan putusan itu, Rozy terlihat sujud syukur. Jaksa penuntut maupun kuasa hukum Rozy kompak tak menyoal putusan hakim tersebut.

 


Editor : Maulana

Apa Reaksi Anda ?

0%0%0%0%0%0%0%0%
Sebelumnya :
Berikutnya :

Komentar Facebook

komentar