google-site-verification: google21951ce8c6799507.html
PORTAL BERITA ONLINE NEWS AND ENTERTAINTMENT ONLINE BERANI BEDA..!! MENGEKSPOS KALIMANTAN & TIMUR INDONESIA

Kaltim Darurat Tambang: 1.700 Lubang Terbengkalai, 51 Anak Tewas

Home Berita Kaltim Darurat Tambang: 1 ...

Desakan agar pemerintah memperketat izin dan pengawasan lingkungan di Kalimantan Timur kembali menguat setelah anggota DPR hingga JATAM menyoroti ribuan lubang tambang yang belum direklamasi, laju deforestasi ekstrem, dan izin pertambangan yang bahkan melampaui luas daratan provinsi.


Kaltim Darurat Tambang: 1.700 Lubang Terbengkalai, 51 Anak Tewas
Data sementara menyebut terdapat sebanyak 1.700 lubang tambang tersebar di penjuru Kalimantan Timur. Foto: AFP via BBC

EKSPOSKALTIM, Jakarta - Anggota Komisi XII DPR RI Syafruddin meminta Kementerian Lingkungan Hidup memperketat izin Amdal dan pengawasan lingkungan terhadap kegiatan pertambangan di Kalimantan Timur. Ia menyebut persoalan lubang tambang di Kaltim sudah masuk kategori darurat karena banyak yang belum direklamasi dan telah menelan korban jiwa.

“Kalimantan Timur sangat rawan karena di sana ada banyak perusahaan raksasa yang bergerak di sektor pertambangan yang terus menggunduli hutan, mencemari sungai dan mencemari air di sana,” ujarnya dalam Rapat Kerja Komisi XII dengan Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Rabu (3/12).

Syafruddin mengatakan terdapat kurang lebih 1.700 lubang tambang yang belum direklamasi dan telah menyebabkan 51 anak meninggal. Ia meminta pemerintah memperketat proses perizinan agar keselamatan masyarakat tidak terus terabaikan.

“Jadi, saya kira konkret pimpinan dan Pak Menteri mohon kepada perusahaan-perusahaan yang mengajukan Amdal dan seterusnya tolong diperketat,” katanya. Ia juga berharap pemerintah pusat memberi perhatian khusus agar Kaltim tidak mengalami bencana ekologis serupa kasus di Pulau Sumatra.

 Dikonfirmasi ulang media ini, Syafruddin kembali menegaskan pentingnya pengawasan lebih ketat terhadap lebih dari 1.700 tambang yang beroperasi di Kaltim. Ia mengingatkan bahwa tingginya aktivitas tambang membuat Kaltim sangat rentan terhadap bencana ekologis. Pengawasan, inspeksi lapangan, dan penindakan terhadap pelanggar dinilai tak boleh longgar.

“Kita punya 1.700 lebih tambang di Kaltim. Kalau pengawasan tidak diperketat, risikonya besar. Jangan sampai kejadian yang di Sumatra terulang di sini,” ujarnya. Ia juga mengajak masyarakat melapor jika menemukan penyimpangan operasional tambang. “Jika ada perusahan yang merusak lingkungan, warga harus melapor,” tambahnya.

Izin tambang lebihi luas daratan

Kritik serupa sebelumnya datang dari Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) yang menyoroti maraknya aktivitas tambang dan laju deforestasi di Kaltim. JATAM menyebut rusaknya tutupan hutan dalam skala besar telah merusak fungsi hidrologis dan memicu banjir serta longsor, sebagaimana terjadi di sejumlah wilayah Sumatra beberapa tahun terakhir.

JATAM mencatat tumpang tindih besar dalam pola perizinan kehutanan, tambang, dan perkebunan. Luas daratan Kaltim hanya 12,7 juta hektare, tetapi total izin yang terbit mencapai 13,8 juta hektare sehingga melebihi luas wilayah.

Windy Pranata dari Divisi Advokasi dan Database JATAM mengatakan BPBD mencatat 980 kejadian banjir di Kaltim sepanjang 2018 hingga 2024. Ia menilai rangkaian bencana ini terkait obral izin, pembukaan lahan tambang, kerusakan lingkungan, dan maraknya aktivitas ilegal.

Situasi disebut berpotensi memburuk dengan rencana penambangan skala besar PT Pari Coal di hulu Sungai Mahakam. Kaltim juga tercatat sebagai provinsi dengan laju deforestasi tertinggi pada 2024. “Kaltim sudah menunjukkan tren bencana yang tercipta dari kebijakan politik ruang yang tidak mengutamakan kerentanan bencana dan keselamatan rakyat,” ujarnya, Selasa (2/12).

Ia menambahkan hampir seluruh wilayah Kaltim masuk kategori rawan banjir dan longsor, termasuk banjir besar Berau pada Mei 2021 yang menelan 2.308 KK terdampak. JATAM menegaskan pemerintah harus segera mengambil langkah untuk mencegah Kaltim mengalami bencana ekologis seperti Sumatera. Langkah itu mencakup perubahan haluan kebijakan, pencabutan izin yang terbukti merusak lingkungan, penghentian ekspansi industri ekstraktif di hulu sungai dan daerah rawan bencana, serta pengembalian ruang kelola kepada masyarakat lokal dan adat.


Editor : Maulana

Apa Reaksi Anda ?

0%0%0%0%0%0%0%0%
Sebelumnya :
Berikutnya :

Komentar Facebook

komentar