Paser, EKSPOSKALTIM – Mei Christy, tokoh perempuan Dayak yang mendampingi perjuangan warga Muara Kate menolak hauling truk batu bara di jalan negara, terkejut atas penetapan Misrantoni (60) sebagai tersangka pembunuhan Russell (60). Bagi Mei, tuduhan ini mencederai semangat perjuangan yang telah mereka bangun selama sembilan bulan terakhir.
“Pak Misran itu orang yang paling kencang bersuara soal penolakan hauling. Selama sembilan bulan, ia bersama kami di posko. Aktif turun aksi, bahkan saat menyambut kedatangan Wapres Gibran. Kenapa tiba-tiba dia yang dituduh?” ujar Mei saat berbincang dengan EKSPOSKALTIM, baru tadi.
Ia menyebut tidak ada satu pun gerak-gerik mencurigakan dari Misrantoni. Jika benar bersalah, katanya, Misrantoni punya banyak kesempatan melarikan diri. Tapi itu tak pernah terjadi.
Warga pun merasa janggal. Termasuk soal saksi kunci, Anson (55), yang sebelumnya tidak pernah sekalipun menyebut nama Misrantoni. “Saya berkali-kali tanya ke Anson, dia bilang, ‘Tidak bu, saya tidak tahu’. Tapi kenapa sekarang tiba-tiba muncul pengakuan Russell sempat menyebut nama Pak Misran sebelum meninggal? Ini aneh,” kata Mei.
Banyak Kejanggalan
Mei mempertanyakan mengapa justru kesaksian baru itu muncul sembilan bulan setelah kejadian, bersamaan dengan desakan dari pemerintah pusat agar kasus segera dituntaskan. Ia juga menyoroti proses penyidikan yang menurutnya tidak transparan.
“Saat kejadian, saya datang dari Balikpapan. Tapi besoknya tidak ada olah TKP. Malah katanya baru dilakukan seminggu sebelum penetapan tersangka,” ungkapnya.
Ia mengaku intens berkoordinasi dengan LBH dan selalu memantau proses pemeriksaan saksi-saksi oleh polisi. Tapi selama itu pula, tidak pernah ada yang menyebut nama Misrantoni.
“Motifnya apa juga tidak dijelaskan polisi. Yang dibahas hanya kesaksian dan barang bukti. Tapi keterangan saksi baru muncul belakangan, bukan sejak awal,” ujar Mei.
Warga, kata dia, bahkan pernah menyebut beberapa nama yang mereka minta agar diperiksa polisi, termasuk yang juga direkomendasikan Kompolnas dan Komnas HAM. Tapi hingga kini, belum satu pun yang diperiksa.
“Lalu kenapa MCM dan pejabatnya tidak disentuh?” tanya Mei. Ia juga menyoroti peran Andreas Purba, humas PT Mantimin Coal Mining (MCM), yang memimpin rapat lobi sebelum tragedi. Andreas tiba-tiba mengundurkan diri beberapa bulan setelah kejadian.
“Sudah jelas ada lobi-lobi sebelum penyerangan. Tapi kenapa perusahaan aman-aman saja?” tambahnya.
Warga Menolak Tersangka
Warga menilai penetapan tersangka justru membuat situasi makin tidak kondusif. Anak Misrantoni, Andre, menyebut ayahnya sedang tidur saat kejadian. Rumah mereka hanya 200 meter dari lokasi. “Saya yang diminta pulang untuk menjemput bapak," jelasnya.
Andre juga menepis kabar soal baju ayahnya yang bernoda darah. “Itu darah Russell. Bapak ikut mengangkat jasadnya dan menjahit lukanya.”
Warga menduga kasus ini terkait langsung dengan penolakan terhadap aktivitas hauling batu bara oleh PT MCM. Mereka juga heran mengapa tokoh-tokoh kunci seperti Pajaji dan Bonar belum diperiksa.
Padahal sebelum tragedi, Bonar sempat menyampaikan informasi bahwa akan ada penyerangan dan menyebut lima target, termasuk Misrantoni. Tapi informasi itu tak sampai ke posko.
Bonar sendiri sempat menghilang pasca-pembunuhan. Ia disebut sebagai adik ketua ormas dan diduga menerima dana CSR dari perusahaan. Sementara Pajaji, pemuda dari Kalimantan Barat, juga disebut-sebut berada di penginapan dekat TKP malam sebelum kejadian. Keesokan harinya, ia menjemput Misrantoni dan dua warga lain untuk diinterogasi di RA Cafe.
“Memangnya Pajaji punya kewenangan menginterogasi? Kok bukan polisi?” tanya seorang warga.
Setelah pembunuhan, Pajaji sempat orasi mendesak polisi menangkap pelaku dalam 3×24 jam. Setelah itu ia menghilang. Warga juga menyoroti bagaimana Pajaji membawa dua saksi kunci ke Balikpapan. Mereka diajak ke indekos, showroom mobil, hingga kantor ormas. Bahkan sempat menyaksikan pertemuan Pajaji dengan petinggi MCM dan seorang bakal calon kepala daerah. Dalam pertemuan itu, disebut ada pemberian uang Rp500 juta.
Kemarahan Warga Memuncak
Makam Russell dibongkar dan rumah Misrantoni digeledah tanpa pemberitahuan. Polisi menyebut ada 35–37 petunjuk. Tapi warga menganggap itu belum cukup kuat.
Saksi Anson kini diragukan netralitasnya. Ia disebut dekat dengan aparat dan mengangkat dua polisi sebagai “anak”. Juga pernah berselisih dengan Misrantoni soal dana posko.
“Kami minta Mabes Polri turun tangan. Semua pihak yang terlibat, termasuk Pajaji dan Bonar, harus diperiksa. Jangan sampai kasus ini dikaburkan,” tegas warga.
Media ini telah mencoba menghubungi Kompolnas, PT MCM, dan pihak-pihak terkait. Namun hingga berita ini diturunkan, belum ada tanggapan.
Tragedi di Muara Kate bermula dari penolakan warga terhadap hauling truk batu bara yang melintasi jalan negara di Kabupaten Paser. Sejak akhir 2023, aksi protes digelar, terutama oleh para ibu di simpang empat Batu Kajang. Mereka menuntut truk-truk pelat DA dari Kalimantan Selatan berhenti melintas karena merusak jalan dan mengancam keselamatan. Namun tuntutan itu diabaikan. Truk terus melaju, dan teror mulai datang.
Pertengahan 2024, seorang ustaz muda, Teddy, tewas tertabrak lari truk batu bara di Songka. Lalu pada Oktober, giliran Veronika, seorang pendeta, tewas tergilas truk di tanjakan Marangit. Puncaknya, pada 15 November 2024, posko warga di Muara Kate diserang dini hari. Russell, tokoh adat penolak hauling, ditemukan tewas dengan luka tusuk di leher. Rekannya, Anson, selamat meski sempat kritis.
Sembilan bulan kemudian, kepolisian menetapkan Misrantoni (60), sepupu sekaligus sahabat Russell, sebagai tersangka. Penetapan itu mengejutkan warga.

