
EKSPOSKALTIM, Paser - Anson salah satu korban penyerangan di Muara Kate, Kabupaten Paser, Kalimantan Timur berangsur pulih. Pria 55 tahun ini adalah saksi kunci tragedi penyerangan yang menewaskan Russel, 60 tahun.
Sebelumnya nyawa Anson, pria 55 tahun itu hampir juga melayang akibat luka tusuk selebar 8x5 cm di lehernya.
Pagi buta itu, 15 November 2024, penyerangan menimpa Anson dan Rusell yang sedang tertidur pulas di posko warga penolak jalan hauling. Mereka baru saja selesai berjaga bersama sembilan warga lainnya.
Sebulan belakangan, warga Muara Kate mendirikan posko di tepi jalan guna menghalau truk-truk batu bara dari Kalimantan Timur.
Bukan hanya menerabas Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2012, bebasnya truk batu bara melintasi jalan negara telah menimbulkan korban jiwa.
Pada 26 Oktober 2024, seorang pendeta bernama Veronika tewas tertimpa truk batu bara PT Mantimin Coal Mining (MCM) yang tak kuat menanjak. Tak hanya Veronika.
Sebulan sebelumnya tepat 1 Sepetember seorang ustaz muda juga tewas setelah diduga menjadi korban tabrak lari truk batu bara di Songka Batu Kajang. Ustaz bernama Tedy ini baru saja menikah dan akan menggelar resepsi.
Lebih jauh ke belakang, akhir Oktober 2023, warga se-Batu Kajang memblokade semua truk batu bara. Tak mempan. Bahkan truk-truk ini menerabas barikade yang dibuat warga.
Truk-truk batu bara dari PT Mantimin Coal Mining (MCM) nekat melintas demi memasok hasil tambang ke Desa Rangan.
Puncaknya penyerangan pagi buta terjadi di posko warga penolak hauling Muara Kate.
Anson kritis. Saat ia bangun Russel sudah bersimbah darah dengan tiga mata luka selebar 15x8 cm.
Evakuasi sempat dilakukan warga menuju puskesmas yang berjarak 12 kilometer. Nyawa Russell tak mampu terselamatkan.
Sebelum meninggal, seperti diutarakan anak korban, tetua Dayak Deah ini sempat menyampaikan bahwa pelaku berjumlah lebih dari satu orang, memakai masker dan topi dengan menumpangi sebuah mobil.
"Ayah saya bilang dirinya ditembak menggunakan senjata api yang ada peredamnya," kata anak Russel, Aslimah, dalam suratnya kepada Kapolri, 14 Desember.
Kesaksian Anson
Setelah menjalani perawatan insentif, Anson yang sempat kritis kini mulai membaik. Hanya saja, dokter memintanya irit bicara sampai luka di lehernya sepenuhnya kering.
Anson, tetua dayak Deah ini adalah satu dari 10 orang yang berjaga di posko kejadian. Saat itu ia bersama Russell dan 3 lainnya tidur di teras depan rumah. Sedang 5 lainnya berada di lantai dua.
Saat kejadian atau sekitar pukul 04.30 tersebut tiba-tiba Anson terbangun sudah dengan luka di leher.
Ia lalu memberitahu ke warga lainnya bahwa Russell sudah tergeletak bersimbah darah.
Ada lubang menganga di bagian leher Russell. Tiga orang warga lainnya mengaku mendengar suara seperti letusan seperti senjata api.
Lantas benarkah pelaku berjumlah lebih dari satu orang dan menggunakan senjata api?
Lewat juru bicara warga Muara Kate, Warta Linus, Anson tak bisa memastikan.
"Pak Anson malam itu sama sekali tidak melihat pelakunya, tidak melihat orang sama sekali," kata Warta Linus dihubungi media ini, Kamis pagi (26/12).
Termasuk soal suara letupan seperti senjata api. Sesuai pemeriksaan tim medis juga tak ditemukan residu amunisi.
Mungkin Amnson kaget karena mendadak diserang oleh orang tak dikenal saat tertidur.
"Kemungkinan suara dari pembuluh darahnya yang putus. Itu yang dia rasakan seperti suara letusan senjata api," jelasnya.
Hanya saja, Anson merasa pelaku yang menyerangnya bergerak senyap seperti sudah sangat terlatih.
Dilihat dari ketepatan sasaran, lokasi penyerangan, hingga senjata yang digunakan untuk melukai areal leher para targetnya.
"Dan tidak meninggalkan jejak apapun. Pelaku juga tahu kapan waktu penjagaan mulai melonggar," katanya.
Warta berharap Anson dan sembilan warga lainnya yang berada di TKP pembunuhan Russel segera mendapat perlindungan.
"LPSK sudah merespons. Saat ini masuk dalam tahap verifikasi, semoga segera ada perlindungan," jelas Anson.
Ia bersama warga masih terus menanti kepastian siapa dalang dan pelaku penyerangan. "Semoga bisa segera tertangkap," jelasnya.
Denda Adat
Belum kering air mata warga, PT MCM diam-diam mengajukan lagi izin melintasi jalan negara untuk lintasan batu bara.
Pergerakan MCM terendus setelah surat permohonan mereka ke Bupati Paser, tertanggal 4 November, bocor di media sosial.
Menariknya, MCM mengklaim telah mengantongi restu dari Dewan Adat Dayak (DAD) Kalimantan Timur, Kesultanan Paser, hingga lembaga Dayak Deah, melintas kembali setelah menyelesaikan denda adat.
Ketua DAD Kaltim Viktor Yuan membantah klaim MCM. Ia menyebut pihaknya tak pernah merestui penggunaan jalan negara sebagai lintasan batu bara.
"Lihat saja surat pernyataan tokoh adat di Muara Kate pun dijadikan alas dasar izin hauling ke bupati. Sama yang mereka lakukan kepada DAD," jelas Viktor.
Senada, Warta turut membantah mentah-mentah klaim sepihak PT MCM. Ia berkata denda adat yang dibayar sama sekali tak ada kaitannya dengan tragedi Muara Kate.
"Pembayaran denda adat itu terkait meninggalnya Pendeta Veronika," kata Warta.
Atas tewasnya pendeta Veronika, keluarga menuntut sanksi adat berupa denda.
PT MCM pun membayar denda adat empat piring tambakng (dukacita) yang dirupiahkan nilainya sekira Rp4 juta.
"Denda piring itu sebagai dasar musyawarah adat untuk mengambil keputusan," jelasnya.
Denda adat ini dibayarkan saat acara kematian. Tujuannya, juga untuk bersih bersih desa oleh para penganut tiga agama, yakni Islam, Kristen hingga Kaharingan.
"Pembayaran denda adat itu dilakukan oleh pihak vendor PT MCM yang disaksikan oleh Kasat Intel Polres Paser Pak Martin dan anggotanya," jelas Warta.
Warga sebenarnya sudah menegaskan. Denda adat bukan berarti mereka merestui truk-truk batu bara kembali melintasi jalan negara.
"Pembayaran denda adat itu tidak ada hubungannya dengan aksi setop hauling," tegas Warta.
Pihak MCM dan kepolisian pun, sambung Warta lantas mengiyakan. Namun warga heran mengapa diam-diam MCM mencatut restu mereka seperti yang tertuang dalam surat permohonan perusahaan ke bupati Paser.
Untuk diketahui 4 November kemarin, PT MCM mengirimkan surat tanggapan agar dapat dizinkan kembali melintasi jalan negara. Sejak kematian pendeta Veronika, PT MCM tak lagi mendapat kompromi dari pemerintah kabupaten.
"MCM merasa jika sudah memenuhi denda adat maka mereka bisa hauling kembali, itu salah besar," jelasnya.
Masalah hauling dengan perkara kematian pendeta Veronika itu adalah dua hal yang berbeda. Terpisah.
"Kami akan tetap menolak pemakaian jalan negara untuk truk batu bara dan menuntut keadilan untuk kematian Russel," pungkas Warta.
Media ini sudah menghubungi kontak yang terhubung dengan Direksi PT MCM, Andreas Purba. Namun tak ada respons.
Sedang kali terakhir Kapolda Kaltim Irjen Pol Nanang Avianto berkata penyelidikan masih terus dilakukan.
"Kendala kita tak adanya CCTV. Anggota masih terus bekerja di lapangan," kata Nanang, baru-baru ini.
Terkait ini, Komisioner Kompolnas Irjen (Purn) Ida Oetari hanya merespons singkat. "Kita monitor ya, mas," jelasnya.
Untuk mengirim komentar, silahkan login atau registrasi terlebih dahulu !