
Jakarta, EKSPOSKALTIM - Nama Ferry Yanto Hongkiriwang tiba-tiba mencuat. Pengusaha yang akrab disapa Fery “Boboho” ini mendadak jadi poros ketegangan tiga institusi negara sekaligus: Kejaksaan Agung, Polri, dan TNI.
Kisruh bermula ketika Briptu FF, anggota Densus 88 Antiteror Polri, menguntit Ferry di Bogor Cafe, Hotel Borobudur. Aksi pengintaian itu terbongkar. Ferry melabrak Briptu FF, membanting ponselnya, lalu menghubungi kolega dari TNI. Tak lama, anggota BAIS TNI datang dan membawa paksa Briptu FF.
Anggota Densus itu disekap selama beberapa hari dan diduga mengalami penganiayaan. Ia baru dibebaskan setelah ada komunikasi tingkat tinggi antara Polri dan TNI. Laporan resmi kemudian masuk ke Polda Metro Jaya, bahkan Kejati DKI Jakarta mengaku sudah menerima SPDP kasus ini sejak 30 Juli 2025.
Kisah tak berhenti di sana. Setelah peristiwa penculikan, Polri dikabarkan hendak menggeledah rumah Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Febrie Adriansyah. Ferry disebut-sebut punya kedekatan dengan Febrie. Namun, rumah Febrie justru dijaga 5–10 prajurit TNI baret hijau dan ungu. Bahkan kantor Kejaksaan Agung pun dijaga panser Anoa.
Dari Salesman ke Raja Balap
Ferry lahir di Luwuk, Sulawesi Tengah. Merantau ke Jakarta, mengutip artikel milik Suara.com, ia memulai dari bawah sebagai salesman kipas angin, sebelum akhirnya membangun bisnis kuliner dan usaha lain. Hobinya di dunia otomotif melambungkan namanya.
Ia dikenal sebagai promotor Japan Super Touring Championship (JSTC) di ajang Indonesia Sentul Series of Motorsport (ISSOM). Ferry berani memberikan hadiah mobil Honda Brio untuk lima juara umum JSTC 2018, bahkan berencana mengirim para juara ke Sepang pada 2019. Langkah berani itu membuatnya dipuji peserta balap.
Selain JSTC, Ferry menjabat Vice President Gazpoll Racing Team, tim balap yang dihuni polisi, jaksa, dan pengusaha. Di dalamnya pernah bergabung almarhum Wakil Jaksa Agung Arminsyah, yang meninggal dalam kecelakaan tunggal mobil Nissan GT-R di Jagorawi, April 2020.
Koleksi Mewah dan Julukan “Boboho”
Di luar lintasan, Ferry dikenal dengan koleksi puluhan mobil mewah. Dari Honda Civic Type R FK8 edisi terbatas, sederet Mitsubishi Evo, Nissan GT-R, hingga Mercedes-Benz AMG dan Porsche. Ia sampai harus menyewa basement sebuah mal sebagai garasi pribadi, dengan biaya Rp60–80 juta per bulan.
Hobi otomotifnya membuat sosok tambun berwajah menggemaskan ini dijuluki “Boboho”. Namun, di balik citra nyentrik itu, Ferry disebut punya peran jauh lebih serius.
Maestro “Markus” di Balik Layar
Kolonel (Purn) Sri Rajasa Chandar, mantan intelijen BIN, menyebut Ferry bukan sekadar pengusaha otomotif. Di lingkaran hitam hukum, ia dikenal sebagai pemain besar dunia makelar kasus (markus). Ferry dituding menjadi fasilitator, pengatur perkara, sekaligus penyetor rutin uang sogokan ke para oknum petinggi, khususnya di Kejaksaan Agung.
Ia membangun jaringan dengan cara menyuplai dana dari hasil pemerasan kasus korupsi, mafia tanah, hingga kejahatan kerah putih.
"Uang itu jadi “upeti” untuk majikannya di institusi hukum. Posisi Ferry di dalam jaringan bukan figuran, melainkan pion penting yang menjaga arus uang tetap mengalir," ujarnya dikutip dari sejumlah media.
Namun, kekuatan itu runtuh pada 25 Juli 2025. Sebut Rajasa, Ferry ditangkap Polda Metro Jaya usai membuat keributan di hotel mewah Jakarta. Awalnya dianggap sekadar aksi premanisme, namun terbongkar sebagai bagian dari modus pemerasan.
Banyak pihak menilai penangkapan itu bukan insiden biasa, melainkan sinyal konflik senyap Polri dan Kejaksaan. Dugaan keterlibatan Jampidsus Febrie Adriansyah dalam jaringan Ferry semakin menguat. Informasi internal menyebut Polri sudah mengantongi bukti sebelum melakukan penggeledahan rumah Febrie.
Ketegangan kian pelik ketika pasukan TNI menjaga rumah Febrie dan diduga menghalangi penyidik Polri. Publik pun bertanya: mengapa tentara mengawal pejabat sipil dalam kasus hukum? Apakah TNI ikut terseret konflik atau sedang dimanfaatkan untuk menutup jejak?
Kehadiran TNI dalam kasus sipil ini mengundang kritik. Demi menjaga marwah militer, kata Rajasa, langkah menarik pasukan dari orbit Kejaksaan dipandang penting agar TNI tak ikut terseret.
Untuk mengirim komentar, silahkan login atau registrasi terlebih dahulu !