Samarinda, EKSPOSKALTIM - Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Samarinda mengecam keras tindakan intimidasi yang dilakukan oleh ajudan Gubernur Kalimantan Timur, Rudy Mas’ud, terhadap sejumlah jurnalis. Intimidasi terjadi dalam dua insiden berbeda saat peliputan Musyawarah Daerah (Musda) Partai Golkar dan kegiatan resmi pemerintahan, yang turut dihadiri oleh Gubernur.
Insiden pertama berlangsung pada Sabtu malam, 19 Juli 2025. Saat sejumlah wartawan mewawancarai Rudy Mas’ud usai terpilih dalam Musda Partai Golkar, seorang ajudan pria mendekat dan meminta agar sesi wawancara dihentikan. Permintaan itu disampaikan dengan gestur intimidatif dan disertai kontak fisik. Beberapa jurnalis disentuh secara kasar, dan salah satu di antaranya mengalami tekanan pada pergelangan tangan dan bahunya saat sedang merekam video untuk pemberitaan.
Dua hari kemudian, Senin 21 Juli, seorang ajudan perempuan kembali menunjukkan sikap intimidatif kepada wartawan yang mengajukan pertanyaan dalam sesi doorstop usai kegiatan resmi. Ajudan tersebut menyela dengan nada tinggi dan berkata, “Mas ini dari kemarin kayak gini, kutandai mas yang ini,” sambil melotot ke arah jurnalis. Setelah kegiatan berakhir, ajudan tersebut kembali mendatangi jurnalis yang sama bersama seorang ajudan pria, lalu meminta identitas pribadi.
Meski tidak berujung pada kekerasan lanjutan, AJI Samarinda menilai tindakan tersebut sebagai bentuk tekanan yang tidak seharusnya terjadi dalam negara demokrasi. Tindakan itu, menurut AJI, merupakan bentuk penghalangan kerja jurnalistik yang melanggar Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
“Kejadian ini bukan hanya pelanggaran etika, tapi juga bentuk represif terhadap kebebasan pers yang dijamin konstitusi,” ujar Koordinator Divisi Advokasi AJI Samarinda, Hasyim Ilyas.
AJI Samarinda mendesak Rudy Mas’ud sebagai pihak yang bertanggung jawab atas tim ajudannya untuk menyampaikan permintaan maaf terbuka kepada jurnalis yang menjadi korban. AJI juga meminta agar dilakukan evaluasi terhadap perilaku dan standar etika ajudan di lingkungan pejabat publik, serta pemberian sanksi tegas kepada mereka yang terbukti melakukan intimidasi.
Selain itu, AJI mengingatkan seluruh pejabat publik dan aparat pengamanan agar memahami dan menghormati kerja jurnalistik sebagai bagian dari sistem demokrasi. “Jurnalis bukan musuh, mereka adalah mitra dalam menyampaikan informasi kepada publik,” kata Ketua AJI Samarinda, Yuda Almerio.
AJI juga mengajak media, organisasi profesi jurnalis, dan masyarakat sipil untuk mengawal kasus ini agar tidak berlalu tanpa tindak lanjut. Solidaritas antarjurnalis dinilai penting untuk menjaga ruang kerja yang aman, bebas dari tekanan, dan menjamin keberlangsungan kebebasan pers di Indonesia.

