30 September 2025
  • PORTAL BERITA ONLINE
  • NEWS AND ENTERTAINTMENT ONLINE
  • BERANI BEDA..!!
  • MENGEKSPOS KALIMANTAN & TIMUR INDONESIA
Breaking News Berita Rekomendasi

MK Ubah Aturan Main Pilkada, Bye-Bye Kotak Kosong??


MK Ubah Aturan Main Pilkada, Bye-Bye Kotak Kosong??
MK mengubah aturan main Pilkada. Foto: Bisnis Indonesia

EKSPOSKALTIM, Samarinda -  Mahkamah Konstitusi (MK) mengubah aturan main pilkada. Tak lagi semata soal kursi parlemen, melainkan persentase suara.

Partai politik kini boleh mengusung calon meski tak berkursi di parlemen. Dasarnya, adalah putusan MK hari ini. Lembaga konstitusi mengeluarkan empat amar putusan. Isinya mengubah Pasal 40 (1) UU Pilkada.

Sudah tentu ketentuan lama tak berlaku. Yaitu syarat 20 persen kursi atau 25 persen suara untuk mengusung calon.

"Sekarang yang perlu jadi perhatian adalah sikap KPU RI untuk menindaklanjuti putusan tersebut dengan mengubah PKPU-nya. Diperlukan juga konsultasi dengan DPR RI. Walau putusan MK bersifat final dan mengikat," jelas pakar hukum kepemiluan, Hairansyah. 

Apakah putusan MK hari ini belum pasti berlaku pada Pilkada serentak 2024 mendatang? Ancah bilang harusnya otomatis.

Namun secara proses bisa saja ada hambatan politis. Tapi berkaca dari kasus Pilpres di mana Gibran diterima pendaftarannya oleh KPU tanpa mengubah PKPU terlebih dahulu, bisa menjadi preseden hukum.

"Bahwa putusan MK yang ada serta merta bisa digunakan," ujar mantan komisoner Komnas HAM ini.

Putusan MK berupa threshold. Acuannya sebaran jumlah suara. Implikasi putusan ini, di DKI Jakarta misalnya, bagi PDIP yang tidak bisa mengusung calon karena hanya punya 15 kursi atau kurang dari 20 persen kursi parlemen.

Tapi dengan putusan MK ini, maka PDIP bisa mengusung calon. PDIP memiliki 800-an ribu suara. Jumlah pemilih tetap Jakarta berkisar 6-12 juta. Sesuai putusan MK, maka hanya mensyaratkan 7,5 persen perolehan suara.

Artinya kendatipun PDIP tidak memenuhi threshold 20 persen jumlah kursi DPRD, persentase suaranya mencukupi.

Pakar hukum Universitas Mulawarman, Herdiansyah Hamzah memuji putusan MK kali ini. "Ini putusan yang progresif," jelasnya.

Baginya, putusan ini memberikan ruang demokrasi terbangun kembali setelah masifnya skenario kotak kosong.

"Saya pikir ini adalah hal yang memberikan dampak pada demokrasi kita," ujar Castro, sapaan karibnya.

MK memutuskan pasal 40 ayat (1) UU No.10/2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU No.1/2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota menjadi UU, inkonstitusional bersyarat.

Pasal yang digugat oleh pemohon ke MK itu berbunyi bahwa partai politik atau gabungan partai yang bisa mencalonkan pasangan kepala daerah di Pilkada dipersyaratkan harus memenuhi persyaratan. Yakni perolehan paling sedikit 20% dari jumlah kursi DPRD atau 25% dari akumulasi perolehan suara sah dalam pemilihan umum DPRD yang bersangkutan.

Dalam amar putusan yang dibacakan hari ini, MK menyatakan permohonan provisi pemohon pada perkara No.60/PUU-XXII/2024 itu ditolak. Namun MK mengabulkan sebagian permohonan pemohon.

"Menyatakan pasal 40 ayat 1 UU No.10/2016 tentang Perubahan Kedua atas IU No.1/2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU No 1/2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota menjadi UU, tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 2016 No.130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia No. 5898 bertentangan dengan UU Dasar Negara Republik Indonesia dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," ujar Ketua MK Suhartoyo, Selasa (20/8).

Sebelumnya, MK menggelar sidang perdana pengujian materiil UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota (UU Pilkada) Kamis lalu (11/7).

Perkara Nomor 60/PUU-XXII/2024 ini diajukan oleh Partai Buruh dan Partai Gelora. Para pemohon mendalilkan hak partai politik untuk dipilih dan memilih sebagai pejabat pemerintahan.

Berikut amar putusan MK yang mengubah pasal 40 (1) UU Pilkada:

Untuk mencalonkan gubernur:

a. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap sampai dengan 2 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 10% di provinsi tersebut

b. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 2 juta jiwa sampai 6 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 8,5% di provinsi tersebut

c. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 6 juta jiwa sampai 12 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 7,5% di provinsi tersebut

d. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 12 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 6,5% di provinsi tersebut.

Untuk mencalonkan bupati/wali kota:

A. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap sampai dengan 250.000 (dua ratus lima puluh ribu) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 10 persen di kabupaten/kota tersebut.

b. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 250.000 (dua ratus lima puluh ribu) sampai dengan 500.000 (lima ratus ribu jiwa), partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 8,5 persen di kabupaten/kota tersebut;

c. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilihan tetap lebih dari 500.000 (lima ratus ribu) sampai dengan 1.000.000 (satu juta jiwa), partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 7,5 persen di kabupaten/kota tersebut.

 

Reporter : Tim Redaksi    Editor : Maulana

Apa Reaksi Anda ?

0%0%0%0%0%0%0%0%



Comments

comments


Komentar: 0