EKSPOSKALTIM, Balikpapan - Angkutan online di Balikpapan sudah berhenti beroperasi sejak 19 September silam. Namun tidak dengan kenyataannya di lapangan.
Dishub mengaku kehadiran angkutan online sulit diprediksi. Mereka juga mengaku kesulitan mendeteksi angkutan online yang diduga kuat masih beroperasi pasca penadatanganan surat gubernur Kaltim kepada Kementerian Komunikasi dan Informasi untuk menghentikan sementara layanan aplikasi angkutan online di Kaltim.
“Kalau mengikuti surat itu mestinya memang mereka sudah tidak beroperasi,” terang Kadishub Balikpapan Sudirman Dajayaleksana, Senin (2/10).
Soal penindakan, Dirman mengaku kesulitann mengingat kewenangan berada di tangan Provinsi.
“Kalau angkutan umum kan jelas, ada tandanya ada stiker dan lain-lain. Kalau angkutan online, bagaimana,” kata dia.
Pemberhentian sementara jasa angkutan online itu, kata Dirman, demi menjaga kondusifitas.
Karena sebelum beroperasi semua angkutan umum diwajibkan untuk mengurus segala perizinan ke Dinas Perhubungan.
“Kalau online ini kan tidak perlu izin, belum ada kejelasan sudah turun ke jalan,” kata dia.
Sebelumnya diketahui, Mahkamah Agung (MA) membatalkan beberapa pasal dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 26 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak dalam Trayek.
Aturan ini menjadi dasar operasi taksi online.
Dikutip putusan MA, pada poin V Kesimpulan, disebutkan, peraturan itu tidak menguntungkan bagi pemohon selaku pengusaha mikro dan masyarakat luas sebagai pengguna.
Sebagai contoh, Pasal 19 ayat 2 huruf f dan ayat 3 huruf e dianggap merugikan pengusaha UMKM karena tarif batas atas dan bawah tidak memberikan persaingan yang sehat.
Pengusaha UMKM yang seharusnya dapat memberikan tarif murah harus menaikkan tarif seperti halnya tarif konvensional.
Pasal 20 juga memberikan dampak pada pengusaha UMKM. Penetapan pembatasan wilayah menimbulkan persaingan bisnis yang tidak sehat karena mempersempit ruang bagi pelaku usaha UMKM. Itu juga dihadapkan penerapan aturan ganjil-genap.
Bagi masyarakat luas, Pasal 20 dianggap merugikan lantaran membuat masyarakat tidak memiliki pilihan yang luas. Begitu juga dengan Pasal 21.
Ketentuan terkait pembatasan jumlah kendaraan dianggap merugikan pengusaha UMKM.
Pembatasan jumlah kendaraan ini juga merugikan masyarakat karena tidak menimbulkan persaingan usaha yang sehat. Imbasnya, kecil kemungkinan terbentuknya tarif normal yang terjadi akibat mekanisme pasar.
Untuk mengirim komentar, silahkan login atau registrasi terlebih dahulu !