
Jakarta, EKSPOSKALTIM - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyoroti ironi di sejumlah daerah kaya tambang yang justru memiliki tingkat kemiskinan tinggi. Masyarakat di sekitar tambang kerap mengeluhkan dampak lingkungan yang merusak sumber penghidupan mereka.
“Dampak lingkungan, nah ini yang sering sekali keluhan dari masyarakat, khususnya biasanya daerah-daerah yang kaya tambang justru penduduknya paling miskin,” kata Kepala Satuan Tugas Koordinasi dan Supervisi KPK Wilayah V, Dian Patria, di gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (21/10), dikutip dari Detik.com.
Menurut Dian, masyarakat di sekitar tambang umumnya berprofesi sebagai petani atau nelayan. Namun, aktivitas tambang sering mengganggu ekosistem tempat mereka bergantung hidup.
“Biasanya mereka hidupnya dari bertani atau nelayan. Dengan adanya tambang pasti ada dampak lingkungan, tanahnya diambil, warna laut berubah, belum lagi mungkin ada sianida, merkuri, dan lain-lain,” ucapnya.
Dian menambahkan banyak pekerja tambang justru berasal dari luar daerah, bahkan luar negeri, sementara warga lokal kehilangan mata pencaharian. “Mereka hanya bisa hidup dari bertani dan nelayan, sementara pekerja yang ada itu dari luar. Mereka semakin miskin,” kata dia.
KPK mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS) terkait kondisi masyarakat di wilayah Morosi, Sulawesi Tenggara, yang banyak hidup di bawah garis kemiskinan meski wilayah itu menjadi pusat pertambangan. “Lingkungan rusak mereka tidak bisa hidup,” ujarnya.
Dian menegaskan, aspek lingkungan jangan sampai diabaikan dalam penertiban izin tambang. “Sering kali lingkungan tidak menjadi concern. Jangan sampai sudah ditertibkan, ada Satgas kan sekarang, tapi dengan dicabut izinnya, kewajiban lingkungan mereka ikut hilang,” tutupnya.
Untuk mengirim komentar, silahkan login atau registrasi terlebih dahulu !