
Samarinda, EKSPOSKALTIM — Gubernur Kalimantan Timur (Kaltim) Rudy Mas’ud menegaskan komitmen daerahnya untuk menjadi pusat kemandirian energi nasional. Ia menyebut, Kaltim bukan hanya penopang utama ketahanan energi Indonesia saat ini, tapi juga motor penggerak transisi menuju energi hijau di masa depan.
“Kaltim sudah lebih dari 50 tahun menyalakan energi untuk Indonesia. Bahkan jauh sebelum merdeka, bangsa Kutai sudah bekerja sama dengan Belanda untuk memproduksi minyak bumi pada 1897. Tahun 1903, minyak pertama kali keluar dari Tarakan dan Sanga-Sanga,” ujar Rudy, dikutip dari ANTARA Sabtu (18/10).
Menurutnya, hingga kini Kaltim masih menjadi tulang punggung energi nasional dengan produksi 53 ribu barel minyak per hari dan 1,1 juta kaki kubik gas per hari. Produksi itu diproyeksikan melonjak pada 2028–2029 menjadi 100 ribu barel minyak dan 1,8 juta kaki kubik gas per hari.
“Ini adalah anugerah Tuhan kepada Kaltim untuk seluruh bangsa. Tapi tentu kami ingin agar daerah penghasil seperti Kaltim diberi kewenangan lebih besar untuk mengelola nilai tambahnya,” katanya menegaskan.
Rudy juga menyoroti dominasi Kaltim dalam produksi batu bara nasional. Dari total 836 juta ton per tahun, lebih dari 50 persen atau 437 juta ton berasal dari Kaltim.
“Batu bara ini kami persembahkan untuk Indonesia tercinta. Tapi tentu kami juga berharap pemerintah memberi ruang lebih luas kepada daerah untuk mengembangkan turunan industri energi di dalam negeri,” katanya.
Ia mengingatkan, kebutuhan energi nasional, khususnya untuk pembangkit listrik independen (Independent Power Plant), terus meningkat. “Kebutuhan batu bara nasional sekitar 150 juta ton per tahun, dan sebagian besar dipasok dari Kalimantan. Namun tanpa infrastruktur yang memadai, sulit bagi daerah untuk menggerakkan roda ekonomi secara optimal,” ujarnya.
Rudy menambahkan, pertumbuhan ekonomi Kaltim pada 2024 tercatat 6,17 persen, dengan target jangka menengah mencapai 8 persen. “Kuncinya adalah infrastruktur yang kuat agar uang berputar dan ekonomi tumbuh,” katanya.
Selain energi fosil, Kaltim juga bersiap mengakselerasi transisi energi melalui pengembangan energi baru terbarukan (EBT), terutama dari kelapa sawit. Dengan produksi 4,8–5,2 juta ton crude palm oil (CPO) per tahun, Kaltim dinilai siap menjadi pusat produksi biodiesel dan biofuel nasional.
“Kalau kelapa sawit sampai di-banned dunia, justru jadi berkah bagi kita. Karena dari situ kita bisa hasilkan energi biodiesel sendiri,” ujarnya.
Namun, Rudy mengingatkan bahwa secara nasional Indonesia masih belum memiliki cadangan energi strategis yang memadai. “Saat ini cadangan energi operasional kita hanya mampu bertahan rata-rata 18–22 hari. Itu artinya ketahanan energi nasional kita masih nol,” katanya.
Ia menyebut, Kaltim baru memanfaatkan 1,5 juta hektare dari total 3 juta hektare lahan sawit. “Kalau ini dimaksimalkan dan digabungkan dengan potensi dari Riau, Sumatera, hingga Medan, saya yakin kita bisa mandiri energi. Bahkan dunia bisa kita kendalikan hanya dari kelapa sawit,” ujarnya optimistis.
Rudy menegaskan bahwa masa depan Indonesia tidak boleh hanya bergantung pada sumber daya alam yang tidak terbarukan.
“Bangsa yang besar bukan dari tambangnya, tapi dari ladang-ladang pangannya. Energi sejati kita ada di situ. Di pangan, di sawit, di sumber daya terbarukan yang bisa kita kendalikan sendiri,” kata Rudy menutup pernyataannya.
Untuk mengirim komentar, silahkan login atau registrasi terlebih dahulu !