24 Oktober 2025
  • PORTAL BERITA ONLINE
  • NEWS AND ENTERTAINTMENT ONLINE
  • BERANI BEDA..!!
  • MENGEKSPOS KALIMANTAN & TIMUR INDONESIA

Harapan Terakhir Badak Kalimantan: Dari Jejak Najaq, Napas Pahu, hingga Penantian pada Pari


Harapan Terakhir Badak Kalimantan: Dari Jejak Najaq, Napas Pahu, hingga Penantian pada Pari
Populasi badak Kalimantan sangat memprihatinkan yakni tinggal dua ekor lagi. Salah satunya bernama Pari yang ditemukan di hutan belantara Mahakam Ulu. Foto: BKSDA Kaltim

Samarinda, EKSPOSKALTIMTak banyak yang percaya, hutan Kalimantan masih menyimpan kehidupan seekor badak. Satwa bercula dua ini sudah lama dianggap lenyap dari pulau, sampai pada akhir 2015 sebuah kamera trap merekam bayangan mengejutkan: seekor betina yang kemudian diberi nama Najaq.

Penemuan itu seolah menyalakan kembali cahaya di tengah gelapnya kabar kepunahan. Dunia pun tercengang, Indonesia bersemangat. Namun kisah Najaq berakhir tragis. Saat ditangkap untuk perawatan luka jerat, ia tak mampu bertahan. April 2016, Najaq mati akibat infeksi, meninggalkan luka sekaligus peringatan bahwa waktu badak Kalimantan nyaris habis.

Tragedi itu makin terasa getir ketika Iman, badak Kalimantan terakhir di Malaysia, juga mati pada 2019 setelah lama berjuang melawan penyakit. Sejak saat itu, seluruh harapan pelestarian spesies ini bertumpu pada Indonesia, khususnya Kalimantan Timur.

Dari sana lahirlah Pahu. Satu-satunya betina yang kini menghuni Suaka Badak Kelian (SBK) di Kutai Barat. Ia dipindahkan dari habitat aslinya pada 28 November 2018 melalui operasi konservasi ex-situ, agar selamat dari ancaman jerat dan degradasi hutan.

“Suaka Badak Kelian memang disiapkan sebagai tempat perlindungan dan pengembangbiakan. Meski saat ini belum ada pejantan, teknologi reproduksi berbantu sudah disiapkan untuk memperbesar peluang lahirnya badak baru,” kata Kurnia Oktavia Khairani, Direktur Aliansi Lestari Rimba Terpadu (ALeRT), mitra Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kaltim.

Namun Pahu bukanlah satu-satunya. Di Mahakam Ulu, seekor betina lain masih bertahan, dinamai Pari. Ia hidup sendiri, terisolasi, di tengah ancaman deforestasi dan perburuan. Dalam istilah konservasi, badak seperti Pari disebut doom rhino—hidup sendirian dan hampir pasti punah bila tidak segera diselamatkan.

“Kalau Pari tidak kita translokasikan, keberadaannya akan sia-sia. Tahun ini kami bersama BKSDA cukup optimis Pari bisa dipindahkan ke Suaka Badak Kelian, seperti Pahu sebelumnya,” ujar Kurnia.

Rencana itu kini disiapkan. Sebuah boma atau kandang karantina sementara akan dibangun, lengkap dengan paddock baru seluas 20 hektare. Pari akan dikarantina sekitar tiga bulan sebelum diperkenalkan ke Pahu. “Kami harus memastikan proses translokasi berjalan aman, dari habitatnya di Mahulu sampai ke SBK. Itu sebabnya berbagai pihak dilibatkan, dari pemerintah daerah, masyarakat, hingga pakar internasional,” tambah Kurnia.

Optimisme itu juga ditegaskan Kepala BKSDA Kaltim, Ari Wibawanto. “Indonesia, khususnya Kalimantan Timur, saat ini hanya memiliki dua individu badak Kalimantan: Pahu dan Pari. Keduanya menjadi prioritas utama,” katanya.

Ia menambahkan, pencarian populasi lain tetap berjalan. “Dalam tahun 2025, kita alokasikan kegiatan eksplorasi untuk mencari badak-badak Kalimantan di kantong baru, salah satunya di Tabang, Kutai Kartanegara. Tapi saat ini fokus kita pada Pahu dan Pari dulu,” ujarnya.

Sejak Iman mati di Malaysia, Kalimantan Timur menjadi satu-satunya rumah terakhir badak bercula dua itu. Kini seluruh harapan berlabuh pada dua betina yang masih ada. Pahu di SBK, dan Pari yang menunggu jemputan dari Mahulu.

Teknologi reproduksi berbantu dan kerja kolektif lintas pihak diharapkan menjadi jalan keluar. “Pelestarian badak adalah pekerjaan besar yang hanya bisa berhasil lewat kerja kolektif. Kita perlu optimis, karena tanpa aksi nyata, badak Kalimantan bisa benar-benar hilang dari bumi,” pungkas Ari.

Reporter : Tim Redaksi    Editor : Maulana

Apa Reaksi Anda ?

0%0%100%0%0%0%0%0%



Comments

comments


Komentar: 0