
Samarinda, EKSPOSKALTIM — Balai Bahasa Provinsi Kalimantan Timur memperkuat program revitalisasi bahasa daerah untuk mengatasi ancaman kepunahan penutur di Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara (Kaltimtara). Upaya ini dijalankan melalui pendidikan berbasis muatan lokal (mulok) dan pelibatan masyarakat adat.
“Dari 16 bahasa daerah yang teridentifikasi di Kaltimtara, sebagian besar mengalami penurunan fungsi dan jumlah penutur,” kata Kepala Balai Bahasa Provinsi Kalimantan Timur, Asep Juanda, di Samarinda, Selasa.
Balai Bahasa mencatat sebagian besar bahasa daerah itu kini berada dalam kondisi rentan hingga terancam punah. Beberapa di antaranya adalah bahasa Punan Merah, Dusun, dan Tunjung, bahasa yang digunakan oleh masyarakat Dayak di Mahakam Ulu, Paser, dan Kutai Barat.
Asep menjelaskan hasil pemetaan menunjukkan vitalitas bahasa daerah di Kaltimtara sangat bervariasi. Bahasa seperti Melayu Kutai, Paser, Banjar, Bugis, Bahau, dan Kenyah masih tergolong aktif digunakan.
“Namun ada beberapa bahasa yang mulai rawan, seperti Punan Merah, Dusun, Segaai, Tunjung, Basap, dan Punan Long Lamcin,” ujarnya.
Kondisi rawan ini ditandai dengan menurunnya penutur muda. Jika tidak segera direvitalisasi, Asep mengingatkan, bahasa-bahasa tersebut bisa punah dalam waktu dekat.
Widya Bahasa Ahli Muda Balai Bahasa Kaltim, Nurul Masfufah, memberi contoh konkret. Salah satu yang paling terancam adalah bahasa Punan Merah yang hanya digunakan di Long Merah, Kecamatan Long Bagun, Kabupaten Mahakam Ulu.
“Bahasa Punan Merah di Mahakam Ulu dan bahasa Dusun di Paser kini hanya digunakan di satu kampung,” ujar Nurul.
Menurutnya, penutur di kampung itu sebagian besar sudah berusia lanjut. Berdasarkan data Summer Institute of Linguistics (SIL) dan hasil pemetaan Balai Bahasa, jumlah penuturnya bahkan tidak mencapai seribu orang.
Untuk mengirim komentar, silahkan login atau registrasi terlebih dahulu !