
Balikpapan, EKSPOSKALTIM- Kalimantan Timur mulai menatap kopi sebagai penggerak ekonomi baru. Bukan Arabika atau Robusta, melainkan Kopi Liberika, jenis yang punya karakter rasa berani, aroma kuat, dan ketahanan tinggi terhadap iklim tropis. Tanaman ini tak hanya menjanjikan nilai ekonomi, tapi juga sejalan dengan upaya menjaga lingkungan dan pemberdayaan petani lokal.
Gagasan itu mengemuka dalam BINCANG KOMODITAS PERKEBUNAN LESTARI KALIMANTAN TIMUR (BINGKA KALTIM) Seri ke-9, yang digelar Dinas Perkebunan Kaltim bertepatan dengan Hari Kopi Sedunia, Rabu (1/10/2025), di kawasan Ibu Kota Nusantara (IKN). Kegiatan ini turut diikuti Balai Penerapan Modernisasi Pertanian (BRMP) Kaltim serta para pelaku kopi dari berbagai daerah.
Acara dibuka oleh Setia Lenggono, Direktur Ketahanan Pangan Deputi Bidang Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam Otorita IKN. Dalam sambutannya, ia menekankan bahwa kopi perlu dipandang sebagai komoditas strategis, penggerak ekonomi yang juga memperkuat upaya pelestarian alam.
Dari kalangan petani, Slamet Prayoga yang konsisten mengembangkan Liberika menjelaskan bahwa jenis kopi ini sangat sesuai dengan karakter lahan di Kalimantan Timur. Walau popularitasnya belum menyaingi Arabika dan Robusta, Liberika terbukti lebih mudah tumbuh dan produktif di tanah tropis.
“Liberika sudah ada di Sepaku sejak 1977. Jadi ini bukan komoditas baru, melainkan warisan pertanian yang perlu dibangkitkan kembali,” ujar Slamet, dikutip dari RRI.
Sepaku, yang kini menjadi bagian dari wilayah IKN, menyimpan sejarah panjang budidaya kopi khas Kaltim itu. Dari sisi industri, Muhammad Nasaruddin Hamid dari Asosiasi Café & Barista Kaltim menilai, Liberika bisa diangkat sebagai kopi khas daerah. “Liberika punya potensi besar untuk jadi ikon kopi Kaltim, apalagi dengan sorotan nasional terhadap IKN,” ujarnya optimistis.
Dalam sesi diskusi, Kepala BRMP Kaltim Akmad Hamdan menyoroti pentingnya langkah legal untuk memperkuat posisi Liberika di pasar. Ia mendorong pendaftaran varietas ini dalam kategori Indikasi Geografis agar mendapat pengakuan resmi dan nilai jual yang lebih tinggi. Ia juga menegaskan perlunya sertifikasi bibit, penguatan kelembagaan petani, serta peningkatan kapasitas SDM dalam budidaya dan agribisnis.
“Kopi Liberika bukan hanya soal komoditas, tapi juga soal pemberdayaan petani dan daya saing daerah,” ujarnya. “Dengan sinergi antara pemerintah, petani, pelaku usaha, dan komunitas kopi, hasilnya bisa jauh lebih optimal.”
Sejatinya, geliat kopi di Kaltim pernah mencapai masa emas. Sayangnya, luas lahan kopi terus menyusut dari lebih 4.000 hektare pada awal 2000-an menjadi hanya sekitar 1.300 hektare. Padahal potensi lahan perkebunan di Kaltim masih terbuka hingga 3,2 juta hektare.
Untuk mengirim komentar, silahkan login atau registrasi terlebih dahulu !