24 Oktober 2025
  • PORTAL BERITA ONLINE
  • NEWS AND ENTERTAINTMENT ONLINE
  • BERANI BEDA..!!
  • MENGEKSPOS KALIMANTAN & TIMUR INDONESIA

Dana Pusat Seret, Kaltim Terancam Panas Dingin , Pejabatnya Tetap Hedon


Dana Pusat Seret, Kaltim Terancam “Panas Dingin”, Pejabatnya Tetap Hedon
ILUSTRASI Kaltim. Foto: Reuters

Samarinda, EKSPOSKALTIM – Pemangkasan Transfer ke Daerah (TKD) oleh pemerintah pusat mulai membuat daerah megap-megap. Di Kalimantan Timur, pemotongan hingga 50 persen dari tahun sebelumnya mengancam program prioritas seperti pendidikan gratis (GratisPol) dan pembangunan infrastruktur di wilayah tertinggal.

Tahun lalu Kaltim menerima sekitar Rp14 triliun. Kini jumlah itu merosot menjadi Rp7 triliun. Pemangkasan ini diatur lewat Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 56 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja APBN yang diteken 29 Juli 2025. Aturan berlaku nasional, dengan alasan menahan beban fiskal negara.

Pengamat ekonomi Universitas Mulawarman, Purwadi, menyebut langkah ini buntut dari krisis fiskal akibat utang yang kian menekan APBN. Tahun depan beban bunga utang pemerintah mencapai Rp600 triliun. "Pokoknya bisa tembus Rp1.000 triliun. Total hampir Rp1.600 triliun hanya untuk bayar kewajiban utang. Kalau target pajak nasional cuma Rp2.000 triliun, berarti 80 persen pendapatan negara habis untuk utang,” kata Purwadi dalam wawancaranya dengan Presisi.co, dikutip Selasa (26/8).

Ia mengingatkan kondisi pusat otomatis menular ke daerah. “Kalau pusat batuk-batuk, daerah pasti ikut panas dingin,” ujarnya. Yang ia soroti bukan sekadar pemangkasan, tetapi ketiadaan transparansi. Dia mengaku belum tahu efisiensi ini diarahkan ke mana. "Belum lagi dana sitaan korupsi yang tak pernah jelas penggunaannya. Bicara good governance itu soal transparansi dan akuntabilitas,” kritiknya.

Ketua DPRD Kaltim Hasanuddin Mas’ud pun khawatir. Menurutnya, dampak pemotongan bakal merembet ke kabupaten/kota. “Kita ini sudah masuk fase yang tidak baik-baik saja. Tahun ini pemotongan 50 persen, tahun depan bisa 75 persen. Banyak daerah akan terdampak, termasuk potensi keterlambatan pembayaran gaji ASN,” tegasnya.

Ia mengingatkan pemangkasan bantuan keuangan ke daerah bisa memperburuk kondisi fiskal kabupaten/kota. Apalagi KPK kini mengawasi ketat efektivitas belanja publik lewat sistem SIPD dan SPBE. Hasanuddin mendorong TAPD menggali pendapatan asli daerah (PAD) yang masih terabaikan, seperti pajak alat berat serta pungutan dari sektor tambang dan perkebunan.

“Kita harus mulai berani berdiri sendiri. Jangan bergantung pada pusat. Ada potensi PAD yang belum digarap serius. Regulasi perlu diperbaiki agar bisa ditagih,” katanya.

PBB Tak Naik

Di Bontang, Wali Kota Neni Moerniaeni memastikan tak akan menaikkan PBB, bahkan menghapus denda hingga akhir 2026. Meski TKD kota itu dipangkas Rp500 miliar, ia berjanji APBD akan dikelola efisien. “Tenang saja, insya Allah semaksimal mungkin diatur dengan sebaik-baiknya,” ucap Neni, Senin (25/8) malam, kepada Eksposkaltim.com.

Ia mencontohkan periode sebelumnya. Ketika itu Bontang hanya menerima Rp900 miliar namun tetap mampu menyalurkan perlengkapan sekolah gratis dan menaikkan insentif guru dari Rp500 ribu menjadi Rp1 juta. Neni mengakui pemangkasan bisa mengganggu pembiayaan infrastruktur, tetapi pemerintah kota memilih mengoptimalkan APBD dengan belanja yang tepat sasaran.

“Solusinya pemerintah mengatur APBD secara maksimal, sesuai mandatory. Dua puluh persen itu untuk pendidikan dan belanja pegawai. Jadi aman saja,” ujarnya.

Purwadi mengingatkan efisiensi jangan sampai mengorbankan kebutuhan dasar masyarakat. “Jangan sampai anggaran listrik, BBM, LPG, beras, pendidikan, kesehatan, dipotong. Itu kebutuhan dasar. Negara harus tetap hadir,” katanya.

Ia juga menyinggung gaya hidup pejabat di tengah krisis. “Jangan rakyat disuruh irit, sementara pejabat tetap hedon. Mobil baru, rumah jabatan baru, tunjangan naik. Itu mencederai rasa keadilan,” tutupnya. 

Reporter : Tim Redaksi    Editor : Maulana

Apa Reaksi Anda ?

29%0%0%0%0%43%0%29%



Comments

comments


Komentar: 0