Jakarta, EKSPOSKALTIM – Pengamat kepolisian Bambang Rukminto menegaskan mutasi AKBP Dody Surya Putra dari kursi Kapolres Kutai Kartanegara tidak cukup menyelesaikan masalah.
Peneliti Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) itu melihat mutasi hanyalah langkah administratif, sementara dugaan intimidasi terhadap anggota DPD RI Yulianus Henock Sumual harus diusut tuntas.
"Bagaimana bisa menjaga kamtibmas [keamanan-ketertiban] di wilayahnya kalau sama stakeholders lain berseteru," kata Bambang Rukminto kepada media ini, Sabtu (23/8).
Agar menjadi efek jera, Rukminto melihat perlu Mabes Polri memberlakukan demosi kepada AKBP Dody. Demosi adalah istilah halus penurunan jabatan. Misal, dari Kapolres menjadi Wakapolres, atau menjadi staf.
"Terlalu jauh kalau untuk penurunan pangkat. Demosi, tunda naik pangkat sebisa mungkin. Memang pangkat komisaris besar (kenaikan pangkat) tidak tergantung masa dinas, tapi melekat pada jabatan. Biar sulit namun ini perlu," sambung Rukminto.
Tak hanya ISESS, kasus ini memicu desakan Indonesia Police Watch (IPW). Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso mendorong Polri untuk mengusut apa yang melatari Dody sehingga berani mengancam wakil rakyat.
“Pertanyaan anggota DPD itu harusnya dianggap sebagai masukan. Bukan malah menantang dan bicara hal tidak pantas, apalagi soal PAW,” tegasnya.
Menurut Sugeng, pernyataan alumnus Akpol 2004 itu soal pergantian antar waktu jelas keliru dan di luar kewenangan polisi. “Apa dia mau main kontra intelijen mempengaruhi KPU? Itu menunjukkan arogansi, seakan-akan bisa mem-PAW padahal bukan ranahnya,” ujarnya.
IPW juga meminta Polri mengusut tuntas dugaan penyalahgunaan wewenang aparat di wilayah tambang. Sugeng menyebut fenomena serupa banyak terjadi di Kaltim, Kalteng, apalagi Kalsel. “Banyak masyarakat jadi korban karena dugaan KKN dan intervensi pengusaha tambang kepada pejabat kepolisian,” ungkapnya.
Pemanggilan Komisi III
Tekanan terhadap Polri juga datang dari DPR. Ketua Komisi III DPR Habiburokhman memastikan pihaknya akan memanggil Dody pada Senin (25/8). “Kami akan memanggil Kapolres Kutai Kartanegara hari Senin yang akan datang. Sangat disayangkan apabila benar yang bersangkutan melakukan pengecaman terhadap senator Henock,” kata Habiburokhman kepada awak media.
Ia menegaskan Henock hanya menjalankan tugas sebagai wakil rakyat. Habiburokhman juga meminta Dody meminta maaf secara terbuka. “Harusnya Kapolres justru bekerja sama dan berkoordinasi dengan senator agar masalah-masalah terkait masyarakat di Kutai Kartanegara bisa diselesaikan dengan baik,” imbuh dia.
Dody baru menjabat Kapolres Kukar sejak Januari 2025. Kini, lewat surat mutasi yang beredar, ia ditarik ke Mabes Polri. Dan, ditempatkan sebagai Kassubagkermalat Bagkerma Robinopsnal Baharkam Polri.
Percekcokan bermula saat Henock meneruskan keluhan warga yang sering kali dipolisikan terkait konflik agraria di Desa Jahab, wilayah hukum Polres Kukar. Henock mengaku mendapat intimidasi dari Dody, bahkan diancam akan dikenai pergantian antar waktu (PAW).
"Sini kalau berani kau! Saya PAW, nangis kau!"
Sebelumnya, Polda Kaltim resmi mencopot Dody. Kabid Humas Polda Kaltim Kombes Pol Yulianto menyebut mutasi ini bagian dari penyegaran, meski mengakui ada persoalan disiplin dan etika.
“Telah dikeluarkan skep mutasi dalam rangka penyegaran terhadap dua kapolres di Kalimantan Timur,” kata Yulianto, Rabu (20/8) malam.
Posisi Kapolres Kukar kini diisi AKBP Khairul Basyar, eks Kapolres Berau. Sedangkan jabatan Kapolres Berau ditempati AKBP Ridho Tri Putranto, yang sebelumnya menjabat Kasubdit Gakkum Ditpolairud Polda Kaltim. Dody sendiri dimutasi ke Mabes Polri sebagai salah satu kasubag di Baharkam.
Namun Polda menegaskan rotasi itu tak sekadar penyegaran. Dody sedang diproses karena meninggalkan wilayah tanpa izin dan diduga melanggar kode etik profesi. Media ini sudah menghubungi Kapolres Kukar yang baru. Sampai berita ini tayang, belum ada respons dari Khairul mengenai komitmennya menyelesaikan konflik Jahab.








Untuk mengirim komentar, silahkan login atau registrasi terlebih dahulu !