
Bontang, EKSPOSKALTIM – Sudah empat bulan berlalu sejak PT Pertamina Hulu Sanga-Sanga (PHSS) melaporkan sekelompok nelayan di Muara Badak, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Tuduhan itu muncul setelah para nelayan memperjuangkan hak atas lingkungan mereka yang rusak. Namun hingga kini, kasus tersebut belum menemui titik terang.
Polres Bontang masih terus mengumpulkan keterangan saksi dan alat bukti. Kasat Reskrim Polres Bontang, AKP Hari Supranoto, menjelaskan bahwa dua laporan, dari PHSS dan warga, masih berjalan di tahap berbeda. “Kan ada dua laporan tuh. Saat ini ada yang di tahap penyelidikan dan proses penyidikan,” ujarnya, Selasa (29/7) siang.
Ia menyebut untuk laporan dari PHSS telah masuk tahap penyidikan. Sementara laporan dari masyarakat masih dalam penyelidikan. Proses pengumpulan bukti juga masih berlangsung dari kedua belah pihak. “Nanti pada waktunya akan kita sampaikan. Itu tugas kami. Menyelidiki dan penyidikan,” kata Hari.
Sebelumnya, empat nelayan, Muhammad Yusuf, Muhammad Yamin, Muhammad Said, dan Haji Tarre, diproses hukum setelah dilaporkan oleh PHSS karena dianggap memasuki objek vital nasional tanpa izin. Padahal, mereka tengah menyuarakan keresahan atas kerusakan tambak kerang darah di enam desa pesisir Muara Badak.
Sejak akhir 2024, panen kerang darah di wilayah itu gagal total. Menurut Yusuf, sebanyak 299 kepala keluarga terdampak. Luas lahan budidaya yang tercemar diperkirakan mencapai 1.000 hektare dengan potensi kerugian mencapai Rp68,4 miliar. Produksi yang hilang ditaksir sekitar 3.800 ton.
Riset Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Mulawarman mengungkap adanya lonjakan bahan organik, lumpur pekat, serta infeksi bakteri dan parasit yang mengganggu sistem pernapasan kerang darah. Namun, hingga kini dugaan pencemaran itu belum ditangani serius. Sebaliknya, aparat bergerak cepat terhadap warga.
Aksi protes berlangsung sejak Januari hingga Februari 2025 di sekitar lokasi pengeboran RIG Great Wall Drilling Company 16. Ratusan warga ikut aksi. Empat di antaranya diproses hukum. Dalam tekanan, mereka sempat mengeluarkan pernyataan yang belakangan dianggap sebagai penghasutan.
“Kami sangat tertekan. Kami hanya ingin keadilan. Kami mohon perlindungan dari segala bentuk kriminalisasi,” ujar Yusuf.
Respons Pemerintah
Gubernur Kalimantan Timur, Rudy Mas’ud, menyatakan akan memverifikasi data dan menyiapkan bantuan untuk nelayan yang terdampak. Ia juga akan memanggil PHSS untuk membahas tanggung jawab perusahaan. “Nanti kami diskusikan dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan PHSS yang langsung bersinggungan dengan masyarakat,” katanya, belum lama tadi.
Rudy mengakui bahwa para nelayan belum mendapat dukungan dari pemerintah maupun perusahaan.
Langkah hukum terhadap nelayan juga menuai kritik dari akademisi Universitas Mulawarman, Herdiansyah Hamzah. Ia menilai aparat gagal membedakan antara pelaku kejahatan dan warga yang sedang membela ruang hidup.
“Polisi ini seperti masuk angin. Harusnya nelayan dibentengi imunitas, bukan dipidanakan,” kata Herdiansyah, yang akrab disapa Castro. Ia merujuk pada Pasal 66 UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan terhadap Pejuang Lingkungan dan Pasal 28H UUD 1945 yang menjamin hak atas lingkungan hidup yang sehat.
Castro bahkan menduga ada pola sistematis dalam kasus ini. “Jangan-jangan ini memang by design, dibuat untuk mengalihkan perhatian publik dan menyembunyikan kejahatan ekologis,” ujarnya.
Kapolres sebelumnya, AKBP Alex Frestian Lumban Tobing, menyatakan kedua laporan, baik dari PHSS maupun warga, diproses secara bersamaan. “Kita tidak bisa hanya merespons satu pihak. Penanganannya harus berimbang,” ucapnya.
Ia menyebut penanganan dilakukan secara komprehensif dan melibatkan keterangan ahli. Meski mengetahui keberadaan Permen LHK No. 10 Tahun 2024 tentang Anti-SLAPP, Alex menyatakan bahwa setiap laporan tetap harus ditimbang berdasarkan fakta.
Kini, kasus dilanjutkan oleh Kapolres baru, AKBP Widho Andriano. Ia menyatakan masih mempelajari berkas perkara karena baru menjabat. Hingga berita ini diturunkan, proses hukum terhadap empat nelayan masih terus berjalan. Sementara, bantuan yang dijanjikan oleh gubernur masih sebatas janji.
Untuk mengirim komentar, silahkan login atau registrasi terlebih dahulu !