25 Oktober 2025
  • PORTAL BERITA ONLINE
  • NEWS AND ENTERTAINTMENT ONLINE
  • BERANI BEDA..!!
  • MENGEKSPOS KALIMANTAN & TIMUR INDONESIA

Opini: Subsidi Listrik Untuk Siapa ?


Opini: Subsidi Listrik Untuk Siapa ?
Foto Wandi. (ist)

EKSPOSKALTIM.com - PT PLN (Persero) menyatakan, klaim token listrik gratis bagi pelanggan pascabayar golongan 450 VA dan 900 VA subsidi.

Hal ini menyusul kebijakan pemerintah yang memutuskan untuk menggratiskan listrik bagi pelanggan daya 450 VA dan memberikan diskon 50 persen bagi pelanggan 900 VA subsidi selama 3 bulan ke depan.

Baca juga opini: Negeriku Dilanda Bencana

Pertanyaannya ialah apa alasan Pemerintah hanya membatasi 450 VA dan 900 VA untuk mendapatkan listrik gratis dan diskon 50%?

Wakil Direktur Utama PLN, Darmawan Prasojo menyampaikan informasi pelaksanaan insentif diskon tarif listrik bagi masyarakat miskin yang terdampak pandemi covid-19. Menurut Darmawan, diskon tarif ini diperuntukan bagi pelanggan 450 VA yang akan mendapatkan gratis listrik selama 3 bulan yaitu bulan April - Juni 2020, sementara bagi pelanggan 900 VA akan mendapatkan diskon sebesar 50% selama 3 bulan.

Jika dilihat dari pernyataan diatas maka yang mendapatkan Listrik gratis (450 VA) dan diskon (900 VA) selama tiga bulan ialah harus memenuhi dua kriteria yaitu; Masyarakat yang terdampak pandemi Covid – 19, dan masyarakat miskin.

Masyarakat yang terdampak Covid - 19 dalam skala Pandemi sebagai salah satu syarat maka melingkupi keseluruhan masyarakat Indonesia (mayor/umum), karena dengan wabah Covid - 19 tidak mengenal wilayah tertentu sehingga disebut Pandemi. Dan syarat kedua ialah masyarakat miskin (minor/khusus).

Menurut hemat saya yang menjadi persoalan ialah syarat khusus tersebut (masyarakat miskin).

Sejauh mana kita bisa mengukur penerima listrik gratis dan diskon 50% akan sampai pada sasaran yang tepat pada masyarakat miskin.

Dan suatu kekeliruan jika indikatornya hanya mengacu pada 450 VA , 900 VA, sehingga dianggap listrik yang digratiskan dan diskon 50% akan sampai ke semua masyarakat miskin di Indonesia.

Hipotesis saya bahwa kriteria untuk mendapatkan listrik gratis dan diskon 50% berdasarkan daya listrik 450 VA dan 900 VA, tidak akan mewakili secara keselurahan keberadaan masyarakat miskin di Indonesia .

Fakta Sosial

Bagaimana dengan masyarakat yang tidak memiliki rumah pribadi hanya dengan menyewa rumah kontrakan ?

Padahal kita ketahui bersama bahwa untuk mengukur seseorang itu mampu secara ekonomi tentu indikator paling fundamental ialah apakah seseorang tersebut memiliki rumah pribadi (hak milik pribadi) atau tidak (dari aspek orang yang sudah berkeluarga).

Tentu saya tidak akan menggenaralisasi bahwa setiap orang yang memiliki rumah pasti lebih mampu secara ekonomi (pendapatan, dibanding orang yang tidak memiliki rumah pribadi.

Akan tetapi kita juga tidak boleh mengabaikan fakta bahwa ada yang lebih tidak mampu secara ekonomi (masyarakat miskin) jika dibandingkan dengan yang memiliki rumah pribadi.

Sehingga muncul persoalan yaitu bagaimana dengan orang yang status ekonominya tidak mampu (masyarakat miskin), namun tidak mendapatkan listrik gratis atau diskon 50% dikarenakan dirumah yang ia sewa tidak masuk dalam ketagori 450 VA dan 900 VA ?

Tulisan ini berangkat dari suatu fakta sosial berdasarkan apa yang saya temukan. bahwa banyak yang lebih layak untuk mendapatkan listrik gratis dan diskon 50%, namun ia tidak mendapatkannya, dikarenakan rumah yang ia huni ialah (rumah sewaan) memiliki daya 1300 VA . Sedangkan kita ketahui bersama bahwa pada umumnya penyewa rumah bertanggungjawab terhadap pembayaran kebutuhan listriknya.

Tentu ini sangat diwajarkan apabila kontrakan (rumah sewaan) rata - rata memiliki daya 1300 VA, karena pemilik kontrakakan tersebut termasuk kategori orang mampu (bukan masyarakat miskin).

Apakah dengan persoalan di atas kita harus menginstruksikan setiap pemilik kontrakan untuk segera mengubah daya listriknya menjadi 450 VA dan 900 VA ? Atau masyarakat miskin diinstruksikan untuk mencari rumah sewaan yang memiliki daya listrik 450 VA dan 900 VA ?

Jawabannya tentu itu adalah hal yang sangat konyol.

Baca juga opini: Wajah Baru Politik Perempuan Bontang

Kesimpulan

Saya pikir bahwa pemerintah dalam mengeluarkan kebijakan tersebut telah mengabaikan salah satu fakta sosial seperti apa yang saya jelaskan di atas.

Maka untuk mengisi kekosongan kebijakan tersebut ada baiknya Pemerintah daerah (Kabupaten/Kota) mengabil alih untuk menambal terhadap kebijakan pusat yang tidak mampu menyentuh secara keseluruhan. Tentu seperti apa teknisnya, itu adalah tugas Pemerintah untuk memikirkan hal itu. Ketika pemerintah tidak memimikirkan terhadap persoalan ini, maka pemerintah telah abai sebuah fakta. Dan tentu itu tidak mencerminkan pada sila ke 5 yang terdapat pada pancasila yaitu "Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia".

 

Penulis: Wandi

(Tulisan ini menjadi tanggung jawab penulis, tidak menjadi tanggung jawab redaksi EKSPOSKaltim.com)

Reporter :     Editor : Abdullah

Apa Reaksi Anda ?

0%0%0%0%0%0%0%0%


Comments

comments


Komentar: 0