EKSPOSKALTIM.com, Samarinda - Gubernur Kaltim Awang Faroek Ishak menegaskan, tidak ada aparat keamanan baik dari kepolisian maupun Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) yang menangkap salah satu warga karena menolak pembangunan masjid Pemprov di lapangan Kinibalu, Kampung Jawa, Samarinda.
“Tidak benar itu, tidak ada polisi menangkapi masyarakat. Mereka melaksanakan tugas untuk mengamankan kegiatan pembangunan masjid. Nah, yang diamankan itu orang yang ingin mengganggu proyek pembangunan masjid,” kata Awang Faroek, kepada wartawan di Lamin Etam, Jumat (24/8).
Baca: Bahas APBD-P 2018, Banggar DPRD Kaltim Temukan Alokasi Rp 87 M Tak Jelas
Sebelumnya, diketahui pada Kamis (23/8) pagi sekira pukul 10.00 Wita, seorang warga bernama Kamto diduga ditangkap oleh aparat kepolisian saat melakukan unjuk rasa dengan puluhan warga di proyek pembangunan tersebut. Saat itu, pekerja proyek tengah bekerja.
Melihat, aktivitas tersebut Kamto dan puluhan warga sekitar menghampiri ke lapangan Kinibalu tempat pengerjaan proyek tersebut berlangsung. Warga sekitar marah, sebab sebelumnya telah disepakati saat aksi unjuk rasa pekan lalu, bahwa pembangunan masjid harus dihentikan sementara. Dasarnya, karena pembangunan masjid tersebut belum memiliki Izin Mendirikan Bangunan (IMB) karena tidak dapat persetujuan dari warga sekitar.
“Namanya warga ini emosi melihat kesepakatan itu dilanggar. Jadi mereka spontan melempar dinding seng. Ada juga yang berusaha mendobrak seng menggunakan kayu,” kata Rahman (50), warga sekitar yang melihat kejadian itu.
Saat pelemparan seng itu berlangsung, puluhan personel kepolisian, TNI, dan Satpol PP telah berada di lokasi. Kamto bersama puluhan warga lainnya tak peduli dengan penjagaan tersebut, sehingga tetap melempari pagar yang mengelilingi areal proyek itu. Tak berselang lama, Kamto diamankan oleh aparat kepolisian.
“Saya juga bingung kenapa hanya Kamto yang ditangkap. Padahal di situ banyak warga. Saya tidak tahu persis yah, mungkin Kamto hanya melempar seng. Makanya langsung ditangkap,” bebernya.
Gubernur Awang pun mengaku sudah mendapat laporan perihal kejadian tersebut. Menurut Awang, jika keberadaan polisi didukung Satpol PP memang atas permintaan Pemprov guna mengamankan pelaksanaan kegiatan pembangunan masjid tersebut.
Awang pun menjelaskan, mengapa pihak kepolisian mengambil tindakan tegas dengan melakukan pengamanan terhadap orang-orang yang mengaku masyarakat sekitar proyek. Sebab lanjutnya, mereka sudah melakukan teror terhadap kegiatan dan pekerja proyek dengan mengancam para pekerja yang melakukan aktifitas kerja.
“Jadi tidak salah jika pihak keamanan atau polisi mengambil tindakan untuk mengamankan proyek pemerintah sekaligus memberikan rasa aman bagi pekerja. Karena jujur saja saya sampaikan. Mereka itu (peneror) sampai mendatangi dan mencari-cari tempat kost para pekerja sehingga banyak yang takut tidak berani bekerja,” ungkap Awang.
Padahal, jelas Awang, pembangunan masjid itu sudah atas persetujuan legislatif DPRD Kaltim dan pembicaraan dengan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kota Samarinda.
Baca: Pemprov Kaltim Salurkan 41 Ekor Sapi Kurban, 1 Pemberian Jokowi
Termasuk surat rekomendasi atau ijin mendirikan bangunan (IMB) dari Pemkot Samarinda sebagai landasan pelaksanaan bangunan sudah berproses dan sudah didukung dengan persyaratan yang dipersyaratkan.
Awang meminta masyarakat, terutama awak media tidak salah menanggapi kejadian, lalu memutarbalikkan fakta bahwa polisi menangkapi masyarakat.
“Jadi polisi itu benar. Jangan disalah-salahkan. Sekarang sudah ditangani aparat. Yang disebutkan ditangkap itu hanya orang-orang yang meneror pembangunan masjid, bukan warga,” tandas Awang. (*)
Video Semarakkan HUT RI ke-73, Henry dan Etha Gelar Lomba Panjat Pinang
ekspos tv








Untuk mengirim komentar, silahkan login atau registrasi terlebih dahulu !