
EKSPOSKALTIM, Kutai Timur - Reski (40), wanita paruh baya ini menceritakan kejadian yang dialaminya saat mengidap kanker payudara sejak Juni 2015 silam. Dirinya sempat dilarikan ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Taman Husada Kota Bontang, lantaran Kanker yang dia idap sudah parah dan sudah mengeluarkan cairan.
Saat sedang berada di rumah sakit untuk mendapat perawatan, Reski mengalami mati suri selama dua jam di Ruang Edelweis RSUD Kota Bontang. Keadaan itu membuat keluarganya harus ikhlas menerima kenyataan, karena ia sudah dianggap meninggal oleh dokter.
"Penyakit saya ini awalnya ada benjolan di bawa ketiak saya. Lama kelamaan tambah sakit, hingga akhirnya sudah memasuki empat bulan saya di bawa kerumah sakit untuk mendapatkan pengobatan atau melakukan operasi. Tapi waktu itu saya tidak jadi operasi karena takut," kata Reski, saat ditemui dikediamannya, Jalan Poros Sangata Samarinda, Kecamatan Teluk Pandan, Kabupaten Kutai Timur, Sabtu (9/7/2016).
Dalam keadaan mati surinya itu, dia bertemu dengan seseorang yang menggunakan pakaian putih, ingin mengajak dirinya pergi. Namun sebelum pergi, ia juga melihat anak bungsungnya menarik bajunya, melarangnya pergi bersama seseorang yang menggunakan pakaian putih tersebut.
"Saya sudah di tarik sama orang tua yang menggunakan pakaian putih itu, tapi anak bungsu saya juga menarik baju saya dengan kuat-kuat. Sehingga, orang tua tersebut bicara sama saya. Dia bilang, kalau kamu mau kembali ucapkan bacaan ini sebanyak tiga kali. Setelah saya mengucapkan bacaan yang diberikan, akhirnya saya sadar dan saya sudah di kelilingi banyak orang. Ada yang menangis, bahkan suami saya sudah pergi bersih-bersih rumah karena saya mau di bawa pulang untuk di makamkan," jelasnya.
Meskipun kejadian yang dialaminya tak bisa diterima oleh nalar, namun kata dia itulah yang terjadi. "Betul-betul saya juga heran kok bisa begitu ya. Kalau di pikir-pikir tidak masuk akal sebenarnya, tapi kita harus percaya oleh Sang Kuasa," celetuknya.
Reski mengaku sangat menyesal, karena katakutannya untuk di operasi saat itu membuat penyakit yang ada pada tubuhnya sudah menyebar, dan sulit untuk dilakukan operasi. Bahkan, dirinya mesti menjalani kemoterapi setiap bulan di Rumah Sakit Umum Samarinda.
"Nanti tanggal 16 Juli mendatang, sudah kedelapan kalinya saya kemoterapi. Dan sekali kemoterapi itu, memakan biaya sebesar Rp 18 juta. Untung saya ada kartu jaminan. Dan Alhamdulillah, obat-obat saja yang dibeli, dan biaya bolak-balik ada yang tanggung. Mudah-mudahan setelah kemoterapi yang kedelapan, saya bisa di operasi. Karena kata dokter, kalau mau di operasi sekarang belum bisa karena kanker saya belum kering," tandasnya
Untuk mengirim komentar, silahkan login atau registrasi terlebih dahulu !