25 Oktober 2025
  • PORTAL BERITA ONLINE
  • NEWS AND ENTERTAINTMENT ONLINE
  • BERANI BEDA..!!
  • MENGEKSPOS KALIMANTAN & TIMUR INDONESIA

Haji Isam Tak Pantas Dapat Bintang Mahaputera? KSP Pasang Badan


Haji Isam Tak Pantas Dapat Bintang Mahaputera? KSP Pasang Badan
Haji Isam saat diganjar tanda kehormatan Bintang Mahaputera oleh Presiden Prabowo Subianto. Foto:

Jakarta, EKSPOSKALTIM – Pemberian Tanda Kehormatan Republik Indonesia oleh Presiden Prabowo Subianto kepada 141 tokoh menuai sorotan. Dari jumlah itu, tak sedikit penerima berasal dari Kabinet Merah Putih yang baru 10 bulan bekerja, termasuk pengusaha Kalimantan Selatan, Andi Syamsuddin Arsyad atau Haji Isam, yang diganjar Bintang Mahaputera Utama.

Bintang Mahaputera adalah tanda kehormatan tertinggi kedua setelah Bintang Republik. Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi menegaskan penghargaan itu diberikan bukan karena jabatan, melainkan prestasi yang dicapai.

“Bapak Presiden menilai ada menteri yang dalam waktu singkat sudah menunjukkan kinerja luar biasa, misalnya di sektor pangan,” ujarnya, dikutip dari siaran Kompas TV, Kamis (28/8).

Namun, langkah ini mengundang kritik. Pengamat politik Ikrar Nusa Bakti menilai tanda kehormatan terlalu dini diberikan termasuk kepada menteri yang belum genap setahun menjabat.

“Seorang PNS saja mendapat penghargaan setelah 10 atau 20 tahun mengabdi. Bagaimana mungkin menteri baru 10 bulan sudah dianggap berjasa besar, sementara ekonomi kita masih bermasalah,” katanya.

Wakil Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Kodari membela keputusan Presiden. Menurutnya, pemberian gelar kehormatan sudah melalui mekanisme resmi Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan sebelum ditetapkan kepala negara.

“Kalau kita kembali pada undang-undang, ada tiga aspek dasar: jasa dalam peristiwa penting bagi bangsa, pengabdian yang memberi kontribusi nyata, dan dharma bakti yang diakui nasional maupun internasional. Nama-nama yang menerima sudah memenuhi setidaknya salah satu dari kriteria itu,” jelas Kodari.

Ia menegaskan penghargaan tersebut bukan sekadar hadiah politik, tetapi bentuk pengakuan negara atas kontribusi individu. “Mekanisme penilaiannya berjalan dari waktu ke waktu, dengan analisa dewan gelar. Presiden hanya menetapkan sesuai kewenangannya dalam konstitusi,” tambahnya.

Meski begitu, perdebatan di publik masih berlanjut. Di satu sisi, pemerintah ingin menunjukkan apresiasi cepat terhadap kinerja; di sisi lain, publik mempertanyakan apakah prestasi singkat pantas disejajarkan dengan jasa panjang tokoh nasional lain.

Reporter : Tim Redaksi    Editor : Maulana

Apa Reaksi Anda ?

0%0%0%0%0%0%0%100%



Comments

comments


Komentar: 0